Dia menambahkan, cara terbaik adalah menjauhi dan tidak membuat gerakan yang membuatnya terusik. Sebab, satwa liar kemungkinan membawa patogen yang bisa menularkan ke manusia.
Jika permukiman warga berada di dekat hutan, satwa bisa digiring dengan bunyi-bunyian agar masuk kembali ke habitatnya.
Memberikan makan kepada satwa liar sehat juga tidak bisa dibenarkan. ”Sebab, mereka juga belajar dari pengalaman. Satwa liar akan merasa mendapat makanan gratis dan mudah di pemukiman. Mereka akan kembali lagi ke sana,” ujar Nur.
Forum Orangutan Indonesia (Forina) mencatat, orang utan Kalimantan berjumlah 57.350 ekor di habitat seluas 16 juta hektare. Adapun orang utan di Kaltim diperkirakan 14.000 iekor. Keberadaannya kini dilindungi.
Berperan Penting
Sebelumnya, orang utan yang masuk permukiman warga di Kabupaten Paser dibawa ke pusat rehabilitasi yang dikelola Yayasan BOS di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Untuk itu, mengembalikan orang utan ke habitatnya amat penting. Sebab, orang utan merupakan bagian penting untuk kelestarian hutan.
Primata besar itu merupakan salah satu spesies payung yang keberadaannya menyokong keberlangsungan spesies lain.
Dari sisa makanan dan kotoran mereka, penyebaran benih tumbuhan di hutan berlangsung alami bertahun-tahun. Hal itu melanggengkan keanekaragaman hayati dan menjaga hutan sebagai daya dukung lingkungan.
Pohon-pohon di hutan menyerap karbon dan menyerap air hujan. Bagi manusia, manfaat yang didapat adalah ketersediaan oksigen. Adapun kemampuan pohon di hutan alami dalam menyerap air berfungsi sebagai daya dukung lingkungan untuk menghindari longsor atau banjir wilayah sekitarnya.
Baca Juga: Kampanye Stop Konsumsi Satwa Liar
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.