Menurut jenderal bintang dua tersebut, rapid test antigen tersebut harganya lebih murah jika dibandingkan alat rapit test yang dilengkapi surat izin edar. Hal ini sangat merugikan terkait perlindungan konsumen.
"Kalau tidak mempunyai izin edar jangan-jangan dipalsukan. Nanti akan didalami lagi. Kemudian jangan rapid test tersebut tidak memenuhi klasifikasi kesehatan karena tidak mempunyai surat izin edar," papar mantan Kepala Kepolisian Resor Kota Solo tersebut.
Menurut Luthfi, rapid test antigen tersebut akan diedarkan di wilayah Jawa Tengah baik di masyarakat umum, rumah sakit maupun klinik. Sistem penjualannya by order dari pembeli.
"Hal ini sangat merugikan tatanan kesehatan," tuturnya.
Baca Juga: Mulai Besok Tarif Rapid Test Antigen di Stasiun Turun menjadi Rp85.000,00
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng Komisaris Besar Johanson Ronald Simamora menambahkan dari hasil pemeriksaan kantor pusat rapid test antigen tersebut berada di Jakarta. Sementara tersangka merupakan distributor penjualan di Semarang.
"Jadi jika ada yang pesan dia (tersangka) menghubungi Jakarta kemudian baru dikirim ke Semarang," tutur dia seperti dikutip dari Tribunnews.
Johanson menuturkan tersangka ditangkap pada bulan Maret 2021. Pihaknya juga akan memanggil jajaran kantor pusat untuk diperiksa.
"Rencananya direktur utamanya akan ditetapkan tersangka. Kami betul-betul konsen terhadap alat kesehatan," tandas Johanson.
Baca Juga: Kepala Desa Menolak Rapid Test Antigen yang Digelar Untuk Warganya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.