BUTON, KOMPAS.TV - Tiga anak di bawah umur dan seorang pemuda di Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, mengaku disiksa dan dipaksa mengaku sebagai pencuri oleh oknum polisi.
Ketiga anak di bawah umur itu masing-masing berinisial AG (12), RN (14) dan AJ (16). Sedangkan seorang pemuda yng turut disiksa dan dipaksa yakni beriniaial MS (22).
Baca Juga: Anggota DPR Minta Ruang Pemeriksaan Tiap Polres Dipasang CCTV: Masa Orang Masuk, Keluar Babak Belur
Mereka akhirnya mengaku sebagai pelaku pencurian meskipun tidak melakukannya karena mereka tidak tahan disiksa, bahkan disertai ancaman akan dibunuh.
Karena mengaku sebagai pelaku pencurian, ketiga anak di bawah umur tersebut telah divonis oleh Pengadilan Negeri Pasarwajo. Mereka pun menjalani masa hukuman di pesantren.
Salah satu anak berinsial RN akhirnya memberanikan diri buka suara. RN mengaku tidak tahu duduk perkara kasus pencurian yang dituduhkan kepadanya.
“Awalnya saya tidak tahu, saya dengar ada ribut-ribut di rumah, saya bangun dan ada yang bilang adikku dibawa polisi katanya mencuri,” kata RN dikutip dari Kompas.com pada Rabu (14/4/2021).
Baca Juga: Dosen Diamankan Saat Demo Tolak UU Cipta Kerja, Korban Babak Belur Ternyata Polisi Salah Tangkap
Selang beberapa lama, RN mendapat telepon. Ia saat itu diminta datang ke kantor Polsek Sampuabalo karena dianggap terlibat pencurian.
Informasi dirinya disebut terlibat pencurian didapat dari temannya. Setelah sampai di polsek, RN dibawa ke salah satu ruangan bersama dua orang temannya. Mereka pun kemudian diinterogasi.
Ketika proses interogasi berlangsung, RN mengaku turut mendapat penyiksaan dan perlakuan kasar dari oknum polisi yang memeriksanya.
“Sambil ditanya-tanya, kami dipukul, diancam dengan senjata sama Pak Polisi di ruang penyidik. Bukan saja di hari itu, di hari-hari lain juga begitu,” ujarnya.
“Saya sempat ditampar empat kali di bagian pipi dan dipukul di pipi dua kali, ditendang di bagian perut dua kali dan diancam dan ditodong sama senjata di paha di telapak tangan, dan di kepala."
Baca Juga: Kolonel TNI AD Jadi Korban Salah Tangkap Penggerebekan Narkoba di Malang
Akibat penyiksaan tersebut, RN bersama dua temannya mengalami trauma dan tertekan saat menjalani pemeriksaan di Polsek Sampuabalo.
“Saya sangat ketakutan dan tertekan, dan saya langsung berbohong, iya betul kalau kita yang melakukan (pencurian) karena kita selalu diancam,” kata RN.
RN pun telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Negeri Pasarwajo pada Rabu (24/3/2021) dengan vonis menjalani 5 bulan hukuman di pesantren.
Sementara AJ mendapat hukuman dikembalikan ke orang tuanya. Sedangkan MS masih menjalani persidangan.
“Walau telah divonis, saya ingin membersihkan nama kita dan saya ingin perjuangkan itu dan teman-teman yang lain, bukan kami yang melakukan pencurian itu,” ujarnya.
Baca Juga: Anak 13 Tahun Babak Belur, Polisi Sebut Punya Bukti Kuat Tak Salah Tangkap
Ketika memberikan pernyataan demikian, RN didampingi langsung oleh penasihat hukumannya, La Ode Abdul Faris.
La Ode Abdul Faris pun membenarkan soal adanya penyiksaan selama proses pemeriksaan hukum yang dialami oleh ketiga anak di bawah umur dan MS .
“Memang benar, mereka mengalami penyiksaan yang berulang kali diancam dibunuh untuk mengakui perbuatan suatu pencurian yang memang bukan mereka yang melakukan,” kata Faris.
Karena itu, Faris meminta tolong agar dibantu masalah hukum dari tiga anak di bawah umur tersebut, juga MS sehingga kasusnya menjadi terang benderang.
Baca Juga: Pemuda Jadi Korban Salah Tangkap, Dituduh Curi Motor, Mata Dilakban dan Dipukuli Polisi
“Ini aneh, ini ada upaya paksa untuk mengkriminalisasikan anak di bawah umur dan tambah satu dewasa,” ujar Faris.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Buton AKBP Gunarko, mengatakan, ia menghormati hukum yang sedang berproses.
Vonis sudah dijatuhkan dan diputuskan bersalah namun berupa pembinaan untuk anak-anak.
“Kalau memang ada dugaan kekerasan atau pemaksaan kami Polres siap menerima pengaduan melalui Propam,” ucap Gunarko.
“Kalau ada dugaan pelanggaran oleh Kapolsek dan jajarannya akan kami kenakan sanksi sebagaimana mestinya."
Baca Juga: Diduga Salah Tangkap, Seorang Remaja Jadi Korban Pemukulan Aparat Polisi
Adapun kasus pencurian ini berawal ketika seorang warga bernama Saharudin yang bekerja sebagai kepala sekolah melaporkan kasus pencurian ke Polsek Sampuabalo.
Korban mengaku kehilangan uang Rp 100 juta, 2 buah telepon genggam dan 2 buah laptop di rumahnya pada Desember 2020.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.