Dengan menggunakan solenoid valve, keran air otomatis dihubungkan ke timer dan internet. Di alat modul SMS, ia memasang kartu telepon. Ia menerangkan, modul SMS dan Wifi berfungsi mengontrol pengairan dan pemupukan.
Jika menggunakan Wifi, jaraknya hanya bisa diakses 100 meter dari modul. Sementara jika menggunakan SMS itu bisa dilakukan di mana saja.
"Bila hendak menyiram tanaman dan melakukan pemupukan, saya kirim sms saja ke modulnya, tanaman disiram dan dipupuk secara otomatis," ungkap Yance.
Yance mengungkapkan, penggunaan sistem irigasi tetes, bagian atas bedeng terlihat kering. Namun, di dalamnya benar-benar basah dan pupuk terserap sampai di akar tanaman.
Selain itu, tidak ada erosi di bedeng karena airnya meresap dalam batang tanaman. Rumput juga tidak banyak tumbuh karena air tidak merembes ke mana-mana seperti halnya penyiramamn memakai selang.
Baca Juga: Longsor Sepanjang 100 Meter Timbun Irigasi
Yance pun terus berinovasi mengembangkan metode baru untuk mendukung sistem irigasi tetes itu. Kini ia mengembangkan metode smart farming drip irrigation system.
Yance menjelaskan, metode baru itu dioperasikan menggunakan jaringan Wifi
Metode baru itu, kata dia, bisa mengendalikan sistem pengairan, sensor NPK tanah, sensor PH tanah, sensor suhu, sensor water level, dan sensor flow water.
Semua dikendalikan aplikasi di handphone android.
"Sistem yang baru ini bisa digunakan kapan dan di mana saja. Lebih efektif dan efisien," kata dia.
Yance mengaku, awalnya ia mengalami kendala yakni keterbatasan modal. Karena sistem irigasi tetes itu membutuhkan biaya yang besar.
Baca Juga: Mahasiswa Unjuk Rasa Tolak Relokasi Saluran Irigasi Pabrik Semen
Ia menyebutkan, biaya investasi untuk peralatan irigasi tetes kurang lebih Rp 50 juta. Biaya produksi hortikultura sekitar Rp 20 juta. Sehingga total modal awal sekitar Rp 70 juta.
Untuk mengatasi kendala dana, ia berani meminjam uang di bank dan koperasi. Jumlahnya kurang lebih Rp 200 juta.
Untuk mempromosikan hasil pertaniannya, Yance menggunakan media sosial Facebook, WhatsApp, Instagram, dan situsi internet.
Saat ini, produk pertaniannya masih dipasarkan di pasar lokal karena volume produksi yang masih satu hektare.
"Puji Tuhan, omzet saat ini dari hasil produksi tanaman hortikultura dan penjualan peralatan irigasi tetes serta jasa instalasi sekitar Rp 350 juta," ungkap Yance.
Baca Juga: Saluran Irigasi Diubah Jadi Tempat Budidaya Ikan
Baru beberapa pemerintah desa yang menawarkan kerja sama. Ia juga mengaku, hingga saat ini belum ada kontribusi dari pemerintah untuk mendukung penerapan sistem irigasi tetes.
Yance menuturkan, tips untuk bisa menyukseskan usaha adalah, berani, terus belajar, dan berinovasi.
"Jangan pernah malu jadi petani untuk teman teman muda. Karena sejatinya petanilah yang menghidupkan semua orang di dunia ini," ungkap lulusan D3 Pertanian Politani Kupang itu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.