Kutipan itu adalah kata-kata bahasa Makassar yang bermakna “mengamuk-mengamuk keluarganya”.
Asdianti juga mengklaim akan mendapat Izin Pertimbangan Teknis dari pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate pada Senin (1/2/2021).
Baca Juga: Ini Sosok Perempuan Pembeli Pulau Lantigiang Selayar Sulsel, Ternyata…
Hal ini karena ia sudah mengajukan izin pembangunan sarana pariwisata alam di Juni 2020, tepatnya 17 Juni 2020. Ia juga mengaku sudah mengajukan pertimbangan teknis sejak 2019.
“Tapi di Tolak BPN untuk mengeluarkan sertifikat karena adana keputusan keputusan dll. Dan berada di dalam kawasan (taman nasional),” kata Asdianti.
Asdianti menyebut, meski Pulau Lantigiang berada dalam kawasan taman nasional, tetapi terletak di zona pemanfaatan. Zona ini dapat digunakan untuk wisata.
“Sebelum saya membeli lahan saya sudah pernah ke Balai Taman Nasional Taka Bonerate di tahun 2017 untuk berkonsultasi dengan Pihak Balai sendiri menyarankan untuk membangun pada Zona Pemanfaatan, karena di dalam kawasan terdapat zona zona yang berbeda. Zona inti yang tidak bisa dibangun sama sekali,” jelas Asdianti.
Baca Juga: Pulau Lantigiang, Pulau Kosong Tempat Bertelur Penyu yang Terancam Punah
Menurut Asdianti, pihak balai taman nasional menyarankan Pulau Lantigiang, Pulau Belang-Belang dan pulau lain yang ia sebut namanya.
“Tapi saya tertarik hanya Lantigiang dan Latondu Besar,” pungkas Asdianti.
Pernyataan Asdianti itu sesusai dengan pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Nurbaya menyebut bahwa izin pertimbangan teknis memang sudah terbit pada 17 Juni 2020, meski proses transaksi penjualan lahan Pulau Lantigiang sudah berjalan sejak 2019.
Situs tntakabonerate.com pun menyebut Pulau Lantigiang termasuk dalam Zona Pemanfaatan bersama Pulau Belang-Belang. Namun, Pulau Latondu Besar incaran Asdiati termasuk dalam Zona Khusus yang tak boleh untuk wisata.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.