Tak jauh beda diutarakan GBPH Yudhaningrat, Gusti Yudha, biasa dia disapa mengakui gejolak di Keraton Yogyakarta telah terjadi sejak sabda raja pada tahun 2015 lalu yang dianggap menyalahi paugeran atau tradisi adat Keraton.
Saat itu terjadi pengubahan gelar raja dari Buwono menjadi Bawono.
“Setelah sabda raja, kesepakatan saudara-saudara sudah mengingatkan Sri Sultan. Terus kami mundur (dari jabatan struktural Keraton itu) semua tidak ngeladeni (melayani). Karena raja sudah mengeluarkan sabda raja ganti nama Hamengku Bawono Langgeng Kasapuluh,” sambung Gusti Yudha.
Langkah tersebut diambil Gusti Yudha dan saudara-saudaranya seperti Gusti Prabu supaya Sri Sultan menyadari langkahnya tak tepat. Harapannya tentu untuk menyelamatkan paugeran atau tradisi adat Keraton.
“Semoga dengan kegiatan putra HB IX (mundur dari jabatan) dia (Sri Sultan) menyadari kesalahannya, tapi ndadi (semakin menjadi) ada dawuh dan sebagainya,” tambah dia.
Dawuh dalem itu berisi pengangkatan GKR Mangkubumi, putri pertama Sri Sultan, sebagai putri mahkota.
Nama Gusti GKR Pembayun pun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram.
“Apalagi dawuh raja, Sultan mengangkat Gusti Pembayun (GKR Mangkubumi) terus duduk di Putra Mahkota,” jelasnya lagi.
Baca Juga: 6 Fakta Kejadian Ular Melingkar di Pagar Keraton Yogyakarta yang Bikin Heboh Jagat Maya
Saat ini, dengan tak lagi menjadi pejabat struktural di Keraton, Gusti Yudha hanya bisa berdoa. Nantinya, semua akan dijawab oleh sejarah, apakah Keraton Yogyakarta akan tetap dipimpin laki-laki atau justru perempuan.
“Sekarang ini saudara-saudara hanya berdoa. Tidak mungkin itu kita berontak sampai nabrak regol (pagar) segala. Kita tidak sampai segitu. Kita berdoa, nanti langsung Allah SWT, nanti ada apa. Apakah beliau mau diwakili kalifah yang perempuan atau laki-laki. Nanti sejarah yang membuktikan,” tegas dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.