SEMARANG, KOMPAS.TV - pengamat Politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Teguh Yuwono mengatakan bahwa debat perdana pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Solo bagai bumi dan langit.
Hal itu terlihat berdasarkan kaca mata komunikasi politik bahwa kedua pasangan calon menyampaikan ide dan gagasan dengan karakter yang berbeda.
Lebih lanjut, Teguh menuturkan, pasangan nomor urut 1, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakoso, menyampaikan ide khas dengan gaya milenial.
Sementara pasangan nomor urut 2, Bagyo Wahono-FX Suparjo menyampaikan program mereka dengan cara konvensional.
Baca Juga: Debat Pilkada Solo Dinilai seperti Bumi dan Langit, Gibran Berapi-api, Bagyo Lebih Kalem
"Paslon satu mewakili dari generasi milenial, dengan pengalaman-pengalaman di sektor bisnis. Sedangkan paslon dua adalah orang lama yang berkomunikasi dengan cara-cara konvensional," jelas Teguh dikutip dari Kompas.com, Sabtu (7/11/2020).
Pengamat dari Undip Semarang itu menyampaikan, pembawaan paslon Gibran-Teguh tampak lebih antusias menyampaikan gagasannya, khas dengan semangat anak muda.
Sedangkan pasangan Bagyo-Suparjo terlihat lebih kalem dan tenang.
"Kalau pembawaanya ini seperti bumi dan langit. Gibran-Teguh tampak semangat dan berapi-api. Sedangkan Bajo lebih kalem dan tenang," ucapnya.
Namun, Teguh menyoroti penguasaan materi kedua paslon. Menurutnya, mereka masih belum spesifik kepada masalah riil yang dihadapi masyarakat Kota Solo.
"Kalau dilihat dari aspek penguasaan materi, saya kira karena keduanya itu kan masih baru dan bukan petahana. Jadi belum pernah menjadi wali kota dan wakil wali kota. Masih minim penguasaan medan. Materi juga masih terlalu umum. Belum menginjak pada hal-hal yang sifatnya spesifik," ujarnya.
Baca Juga: Pilkada Solo, Debat Kandidat Pertama Paslon Dijadwalkan Undang 50 Peserta
Tema debat perdana juga belum fokus ke akar masalah karena masih membahas persoalan umum yang dihadapi masyarakat.
"Solo ini kan luas sekali dimensinya. Ini kan cuma bicara mengenai Solo yang modern tapi tidak meninggalkan budaya yang lama. Judul tema sama isinya masih campur-campur. Belum fokus, misalnya fokus pada pelayanan publik, fokus pada pengendalian lingkungan. Belum fokus berbicara mengenai bagaimana eksis di era seperti ini," katanya.
Ia pun menyarankan tema paslon lebih spesifik membahas persoalan nyata yang dihadapi masyarakat.
"Saya kira akan banyak manfaatnya kalau berbicara mengenai kasus nyata ke depan. Praktik di lapangan itu kan sudah diskusi ekonomi, penanganan Covid-19, soal lingkungan, tata lahan, pendidikan, bahaya narkoba. Jadi enggak usah bicara terlalu abstrak dan teoritis. Fokus pada penataan pasar tradisional, masakan lokal, misalnya PKL, itu kan jauh lebih nyata dan jauh lebih bermanfaat untuk masyarakat kecil," jelas Teguh.
Untuk itu, kedua paslon diharapkan dapat menggali kemampuan dan menguasai materi debat agar masyarakat yakin dalam menentukan pilihan.
"Debat publik bisa menjadi referensi masyarakat dalam menentukan pilihan. Sejauh mana nanti ide dan gagasan yang paling nyata. Masyarakat tentu bisa menilai," kata pengamat dari Undip Semarang itu.
Baca Juga: Ini Kata Cawalkot Solo Gibran dan Bagyo Soal Pilkada saat Pandemi Corona
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.