Kelima, menerima modernitas, menerima kemajuan.
Tradisi dan modernitas harus seiring dan sejalan, tidak perlu dipertentangkan. Karena manusia ini orientasi ke depan.
Fajar menegaskan, tidak cukup melakukan moderasi agama, namun juga diperlukan moderasi keindonesiaan.
“Yang menyelamatkan bangsa ini adalah sikap moderat, tengahan,” katanya.
Kepada seluruh hadirin, Fajar memberikan kiat dalam upaya menghadapi isu-isu di media sosial.
Pertama, suspend jugment (penundaan penghakiman). Maka, preferensi bacaan, kalau suka dengan suatu tokoh dibaca, kalau tidak ya diabaikan.
“Kalau sesuai dengan kita maka kita share. Kita harus melakukan penilaian,” ujarnya.
Kedua, critical thinking. Kita harus punya budaya kritis. Ini yang membedakan orang kuliah dengan yang tidak kuliah.
“Critical thinking menjadi piranti penting anda untuk survive pas kuliah nanti,” tutur Fajar kepada seluruh mahasiswa.
Sedangkan yang ketiga adalah kesadaran dan empati.
Beberapa tahun ke depan AI terus berkembang. Namun tidak ada yg dimiliki AI, yaitu kesadaran dan rasa.
Inilah kapabilitas intelektual dan memiliki empati. Selain intelektual, kampus harus mengasah rasa dan empati.
“Mengasah kecerdasannya dan mengasah hatinya,” katanya.
Baca Juga: Hardiknas 2024, Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir Soroti Tantangan Besar Pendidikan Indonesia
Rektor UIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyudin Baidhawi mengungkapkan, pihaknya mengusung branding Green Washatiyyah Campus.
Green washatiyah memiliki makna keseimbangan, equilibrium.
“Diharapkan mahasiswa dan alumni UIN Salatiga senantiasa menjalani kehidupan dengan keseimbangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pada tahun ajaran 2024/2025 ini, UIN Salatiga menerima mahasiswa baru.
Dari mulai jenjang doktor, magister dan sarjana berjumlah 2.555 orang.
UIN Salatiga juga ternyata menerima mahasiswa non muslim. Bahkan, termasuk menerima mahasiswa asing dari 15 negera yang berjumlah 36 orang.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.