Selama zaman Helenistik, para Sarjana menciptakan Astrologi Horoskopik dengan menggabungkan Astrologi Babilonia dengan tradisi zodiak Dekanik di Mesir. Sistem ini mencakup roda zodiak Babilonia, tetapi menggabungkan konsep Mesir yang membaginya menjadi 36 bagian yang masing-masing berukuran 10 derajat.
Dalam Astrologi Helenistik kuno, penghitungan derajat terbitnya ufuk Timur dengan latar belakang ekliptika pada saat tertentu dikenal sebagai “the ascendant”. Dalam bahasa Yunani kuno, kata “ascendant” adalah horoskopos, yang merupakan asal kata “horoscope” dalam bahasa Inggris.
Astrologi horoskopik awal digunakan untuk membuat grafik astrologi yang memvisualisasikan posisi bintang, matahari, dan bulan pada saat kelahiran seseorang. Bagan kelahiran ini digunakan untuk membaca karakter seseorang, dan bahkan takdirnya.
Yunani Kuno dan Roma
Sekitar tahun 280 SM, Berossus, seorang pendeta Bel dari Babilonia, pindah ke pulau Kos di Yunani untuk mengajarkan Astrologi dan budaya Babilonia kepada orang Yunani.
Orang-orang Yunani memainkan peran penting dalam membawa teori Astrologi ke Roma. Kaisar pertama yang dilaporkan memiliki peramal istana adalah Kaisar Tiberius, yang mempekerjakan Thrasyllus dari Mendes pada abad ke-1 Masehi.
Pada abad ke-2 M, ahli nujum Claudius Ptolemy begitu terpaku pada peramalan horoskop yang akurat, sehingga ia mulai membuat peta dunia yang tepat dan dapat memetakan hubungan antara tempat lahir seseorang dan bintang-bintang.
Sebelumnya, peta hanya bersifat ilustratif dan simbolis, jadi ketika mencari makna Astrologi, Ptolemy membantu mengembangkan peta seperti yang kita kenal sekarang. Dia bahkan menciptakan istilah “geografi”.
Pada tahun 140 M, Ptolemeus menerbitkan Tetrabiblos, yaitu salah satu buku astrologi paling terkenal yang pernah ditulis. Buku ini menjelaskan tentang elemen kunci Astrologi yang masih digunakan hingga saat ini, termasuk planet, dan lambang zodiak.
Baca Juga: Harvest Moon Akan Hiasi Langit di Bulan September Ini, Catat Tanggalnya!
Seluruh Dunia
Astrologi menjadi bagian mendasar dari kebudayaan pada Abad Pertengahan, dan dipraktikkan oleh para dokter, astronom, dan ahli matematika.
Kemajuan dalam matematika membantu para astrolog mengembangkan grafik yang lebih akurat dan canggih, dan astronomi bahkan dipelajari di banyak universitas terkemuka di Eropa, termasuk Cambridge (1225-50).
Namun, kepercayaan terhadap Astrologi mulai menurun ketika gereja memperoleh kekuasaan, dan kepercayaan ini dipandang sebagai kepercayaan takhayul yang tidak populer pada masa Inkuisisi Suci.
Pada masa ini, astronom terkenal Galileo Galilei dinyatakan bersalah atas ajaran sesat dan harus meninggalkan keyakinan astrologinya untuk menyelamatkan nyawanya.
Selama Zaman Pencerahan (1650-1780), sains mulai menggantikan Astrologi karena masyarakat lebih percaya kepada sains. Meskipun Astrologi tetap ada dan memiliki basis penggemar yang kuat, penting untuk menganggapnya sebagai aspek budaya dan hiburan daripada ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan.
Sumber : My Modern Met
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.