Kompas TV olahraga badminton

Fakta-Fakta Kematian Zhang Zhijie: BWF Diminta Evaluasi, Keluarga Ungkap Sosok Anak Berbakti

Kompas.tv - 3 Juli 2024, 13:54 WIB
fakta-fakta-kematian-zhang-zhijie-bwf-diminta-evaluasi-keluarga-ungkap-sosok-anak-berbakti
Foto ilustrasi raket badminton atau bulutangkis. Kematian pebulutangkis muda China, Zhang Zhijie menuai sorotan seputar penanganan usai pemain berusia 17 tahun tersebut kolaps di lapangan. Zhang Zhijie meninggal dunia usai bertanding di ajang Badminton Asia Junior Championships 2024 di GOR Amongrogo, Yogyakarta, Minggu (30/6/2024) lalu. (Sumber: Wikimedia)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Iman Firdaus

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Kematian pebulutangkis muda China, Zhang Zhijie,  menuai sorotan seputar penanganan usai pemain berusia 17 tahun tersebut kolaps di lapangan. Zhang Zhijie meninggal dunia usai bertanding di ajang Badminton Asia Junior Championships 2024 di GOR Amongrogo, Yogyakarta, Minggu (30/6/2024) lalu.

Tim dokter yang sempat merawat Zhang menyimpulkan bahwa kematiannya disebabkan henti jantung mendadak. Zhang dinyatakan meninggal dunia pada Minggu (30/6) malam setelah diupayakan resusitasi jantung paru (RJP).

Zhang Zhijie dikenal sebagai salah satu talenta bulu tangkis terbaik China beberapa tahun terakhir. Kematiannya pun membuat publik China dan dunia bulutangkis berduka.

Berikut fakta-fakta seputar insiden kolapsnya Zhang Zhijie hinga meninggal dunia yang terungkap sejauh ini.

Respons tim medis disorot

Zhang Zhijie kolaps saat menghadapi wakil Jepang, Kazuwa Kawano,  di GOR Amongrogo, Yogyakarta. Respons wasit dan tim medis disorot dalam insiden ini.

Baca Juga: Kematian Zhang Zhijie, Media China Kritik Prosedur Penanganan Medis Darurat

Saat kejadian, pelatih tim China berusaha memasuki lapangan untuk menolong Zhang, tetapi dihalangi wasit. Tim medis kemudian segera menangani Zhang yang tergeletak, tetapi tidak segera menggunakan defribilator untuk melakukan RJP.

Kabid Humas dan Media PP PBSI Broto Happy menyampaikan bahwa Zhang dibawa menggunakan ambulans 1 menit 20 detik usai kolaps. Zhang dibawa ke RSPAU Hardjolukito, rumah sakit rujukan penyelenggara yang berjarak 4,7km dari Amongrogo.

Tim dokter di RSPAU Hardjolukito sempat mengupayakan prosedur pijat jantung luar selama tiga jam. Tim dokter pun menyatakan terdapat tanda kematian sekunder pada Minggu (30/6) pukul 20.50 WIB.

Tim China dilaporkan meminta Zhang dirujuk ke RSUP dr. Sardjito untuk kemungkinan tatalaksana lebih lanjut. Kata Broto, Zhang tiba di RSUP dr. Sardjito dalam kondisi tanpa napas, denyut nadi, dan disertai tanda kematian sekunder.

Tim dotker RSUP dr. Sardjito mengupayakan RJP selama 1,5 jam terhadap Zhang. Namun, nyawa Zhang tidak bisa diselamatkan dan dinyatakan meninggal pada pukl 23.20 WIB.

"Kesimpulan pemeriksaan dan penanganan korban baik di RSPAU dr. S. Hardjolukito maupun RSUP dr. Sardjito menunjukkan hasil yang sama, yaitu korban mengalami henti jantung mendadak," kata Broto dalam konferensi pers pada Senin (1/7).

Berbagai pihak pun mempertanyakan tiadanya defribilator untuk pertolongan pertama Zhang di GOR Amongrogo. Respons wasit dalam situasi gawat darurat tersebut juga disorot.

Pernyataan BWF

Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) menyatakan bahwa pedoman dan peraturan terkait medis berlaku secara umum untuk seluruh turnamen resmi BWF. Namun, BWF menyebut pelaksanaan peraturan tersebut diserahkan ke penyelenggara tingkat regional atau nasional.

BWF mengaku menunggu laporan resmi dari Badminton Asia sehubungan insiden ini. BWF berjanji akan meninjau peraturan setelah mendapat laporan resmi.

Menurut BWF, saat terjadi keadaan gawat darurat di lapangan, wasit berwenang mengarahkan tim medis merespons situasi, termasuk jika terjadi dugaan henti jantung mendadak. 

"Setelah selesai meninjau, kami akan menentukan apakah aspek-aspek spesifik dari pedoman-pedoman ini perlu diubah," demikian pernyataan BWF via media sosial, Selasa (2/7).

BWF diminta berevaluasi

Broto Happy menyebut pihaknya akan menyurati BWF sehubungan prosedur pertolongan pertama bagi atlet dalam keadaan darurat. Broto menilai respons darurat bisa lebih cepat dilakukan.

Kata Broto, dalam kasus kematian Zhang Zhijie, tim medis dan dokter baru diperbolehkan masuk lapangan setelah dipanggil wasit. Prosedur ini sesuai dengan aturan BWF.

Sementara itu, legenda bulu tangkis Malaysia, Lee Chong Wei meminta BWF mengevaluasi padatnya jadwal turnamen. Lee Chong Wei juga menilai BWF seharusnya bisa membuat tim medis lebih siaga saat turnamen.

Zhang Zhijie sendiri diketahui bermain dua hari berturut-turut ketika kolaps di lapangan pada Minggu (30/6). Sehari sebelum kejadian, Zhang bermain lawan wakil Singapura, Justin Tay dan menang dua set langsung.

"Selama bertahun-tahun, saya telah melihat apa yang bisa ditimbulkan turnamen berturut-turut terhadap pemain. Itu dapat merugikan mereka dalam jangka panjang," kata Lee Chong Wei dikutip The Star.

"Seperti siapa pun, saya tidak ingin melihat pemain lain bernasib sama seperti Zhijie saat memainkan pertandingan ini."

Sosok Zhang Zhijie di mata keluarga

Kasus kematian Zhang Zhijie ramai dibahas di media sosial China, Weibo. Banyak warganet China yang mempertanyakan respons gawat darurat untuk menolong Zhang.

China Daily melaporkan, saudari Zhang menceritakan sosok pemain asal Jiaxing, Provinsi Zhejiang tersebut dalam sebuah unggah di Weibo. Zhang disebut sebagai sosok anak yang berbakti kepada keluarga.

Saat memenangkan turnamen pertamanya, Zhang disebut menggunakan uang hadiah untuk memberi hadiah untuk saudarinya, ibu mereka, dan kakek-neneknya. Saudari Zhang pun menyayangkan pertolongan pertama yang dinilai lambat dan tidak memadai.

Dokter IGD di Rumah Sakit Universitas Zhejiang, Lu Xiao menduga Zhang kolaps karena aritmia parah. Dugaan itu disampaikan Lu Xiao berdasarkan rekaman detik-detik kolapsnya Zhang yang beredar di media sosial.

Lu Xiao menyebut tim medis seharusnya segera melakukan RJP dan menggunakan defribilator, alih-alih menandu sang pemain.

Baca Juga: Kronologi Meninggalnya Pebulutangkis Zhang Zhi Jie, Dokter Sebut karena Henti Jantung Mendadak


 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA


Opini

Anima Mundi

8 Juli 2024, 23:00 WIB

Close Ads x