Baca Juga: 20 Tahun Sepak Bola Indonesia Dijaga Polisi/TNI Bersenjata, FIFA Harusnya Tegur Dari Dulu
Ia lantas cerita, ketika ada ledakan dan gas air mata itu, ia tidak lantas langsung keluar stadion layaknya para suporter lain.
"Saya pas tidak langsung keluar stadion. Saya masih di atas (bertahan di dalam stadion) saat peristiwa itu," ujarnya.
Rangga cerita, kepanikan efek dari gas air mata terjadi di mana-mana. Ia melihatnnya jelas.
Ia juga membayangkan bagaimana suasna di tribun yang terkena tembakan, pasti lebih sakit lagi. Lebih panas lagi.
“Saya waktu itu, setelah tembakan gas air mata, terasa panas. Bisa dibayangkan di (tribun) 11,12,13. Saya yang tidak kena langsung saja terasa panas," ucapnya.
Ia juga tidak tahu kalau pintu stadion ditutup hingga timbulkan para suporter berdesakan. Rangga cerita, ia tidak melihat secara persis pintu lantaran dirinya pilih bertahan untuk tidak keluar. “
"Saya belum tahu persis kalau kemarin. Tapi setelah pertandingan, 10 atau 15 menit biasanya pintu sudah terbuka (Saat pertandingan Arema lainnya di Kanjuruhan),” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya kericuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan usai berakhirnya laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10).
Akibatnya ratusan orang dilaporkan menjadi korban.
Data terbaru insiden ini mengungkapkan sebanyak 125 orang meninggal dunia. Sementara korban luka berat 21 orang dan luka ringan 304 orang.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.