Akan tetapi, mereka cuma melihat pepohonan ketika turun. Curiga, mereka pun menanyai orang lewat dan tahu bahwa itu bukanlah London.
“Kami menanyai pejalan kaki dan sadar bahwa truk itu menurunkan kami di Denmark, sebuah negara kecil di utara Eropa, yang kini aku rujuk sebagai rumah,” tulis Nadia.
Di rumah barunya, Nadia bisa melakoni hobi bermain sepakbola. Ia kemudian gabung klub lokal Gug Boldklub.
Di Denmark, ia sempat bermain untuk B52 Aalborg, Team Viborg, IK Skovbakken, dan Fortuna Hjorring.
Pada 2014, Nadia mengadu nasib di Amerika Serikat. Ia gabung dengan Sky Blue FC. Pada 2016/17, ia pindah ke Portland Thorns FC.
Nadia kembali ke Eropa pada 2018. Kali ini ia hijrah ke Manchester City dan mengantar klubnya menjadi runner-up FA Women's Super League.
Baca Juga: Profil Miftah Anwar Sani, Pesepakbola Indonesia Pertama yang Main di Tim Kasta Teratas Liga Bosnia
Pada 2019, Nadia pindah ke Paris Saint-Germain. Selama satu setengah musim, ia merengkuh gelar liga dan mencetak 18 gol bagi klub ibu kota Prancis tersebut.
Pengalaman berpindah-pindah negara, baik karena karier atau mengungsi, membuat Nadia menguasai sembilan bahasa.
Ia juga vokal dalam hal hak-hak perempuan. Pada 2018, ia bersama rekan-rekannya di Timnas Denmark menolak memainkan partai persahabatan lawan Belanda untuk memprotes upah dan kondisi kerja pesepakbola perempuan.
Begitu pensiun dari sepakbola, Nadia berniat menjadi dokter bedah. Pada 2020, ia sempat berpraktik membantu operasi pembedahan.
Pada usia 34 tahun, cukup senior bagi pesepakbola, dan keberhasilannya menyelesaikan studi di Aarhus, Nadia agaknya akan mewujudkan impian itu tak lama kemudian.
“Aku punya satu tujuan dalam hidup, yakni menjadi yang terbaik, dalam apa pun yang aku lakukan,” katanya.
Baca Juga: Mantan Tentara Perempuan Afghanistan Ketakutan di Bawah Taliban: Kami Tak Punya Masa Depan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.