JAKARTA, KOMPAS.TV - Masyarakat Indonesia tampaknya butuh adanya aturan larangan praktik politik dinasti. Hal tersebut berdasarkan survei Litbang Kompas terbaru tentang praktik politik dinasti.
Hasilnya, sebanyak 58 persen responden setuju jika ada aturan yang melarang atau membatasi keluarga pejabat publik maju pilkada.
Sementara itu, sebanyak 35,8 persen mengatakan tidak setuju dan 6,2 persen menyatakan tidak tahu.
Survei dilakukan pada 27-29 Juli 2020. Ada 553 responden yang diwawancara dari 145 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Baca Juga: Disebut sebagai Dinasti Politik, Pilkada 2020 Jadi Pertarungan "Nama Besar"
Responden berusia minimal 17 tahun dan ditentukan secara proporsional sesuai jumlah penduduk tiap provinsi. Tingkat kepercayaan 95 persen dengan nirpencuplikan atau margin of error sekitar 4,17 persen.
Sampai saat ini, tidak ada aturan yang melarang atau membatasai secara khusus politik dinasti ini.
Salah satu aturan yang pernah dibuat adalah Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada terkait larangan calon kepala daerah yang memiliki hubungan kerabat dengan petahana.
Sebelum dibatalkan, pasal itu melarang sosok yang memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, dan menantu. Mereka boleh maju setelah melewati masa jeda satu kali masa jabatan.
Pasal tersebut dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai membatasi hak politik warga negara untuk dipilih sebagai kepala daerah.
Dengan adanya putusan MK itu, baik calon kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah yang memiliki hubungan kerabat dengan petahana dapat maju dalam pilkada tanpa harus menunggu jeda satu periode setelah petahana tidak menjabat.
Baca Juga: Gerindra Akui Dukung Gibran Maju Pilkada Solo karena Hubungan Dekat Prabowo dan Jokowi
Politik Dinasti Dinilai Buruk
Berdasarkan survei, juga didapatkan sebanyak 60,8 persen responden menyatakan bahwa praktik politik kekerabatan merupakan sesuatu yang buruk. Hanya 28,2 persen mengatakan baik dan 11 persen tidak tahu.
Namun, 69,1 persen responden menyatakan akan memilih calon karena kemampuannya, tanpa peduli dia memiliki hubungan kekerabatan atau tidak dengan pejabat publik.
Sementara itu, sebanyak 21,9 persen mengatakan tidak memilih karena keluarga pejabat publik, 7,7 persen mengatakan tidak tahu, dan 1,3 persen menyatakan akan memilih karena keluarga pejabat publik.
Menurut catatan Litbang Kompas, beberapa figur kerabat pejabat publik yang maju sebagai calon kepala daerah pada Pilkada 2020, di antaranya Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo.
Gibran mendapatkan dukungan dari PDI-P maju sebagai calon wali kota Solo.
Kemudian, Bobby Afif Nasution, menantu Presiden Jokowi yang bakal maju sebagai calon wali kota Medan.
Berikutnya, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang bakal maju sebagai calon wakil wali kota Tangerang Selatan.
Selain itu, juga ada Siti Nur Azizah yang merupakan putri Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Azizah mendapatkan dukungan dari Partai Demokrat untuk maju sebagai calon wali kota Tangerang Selatan.
Baca Juga: Silaturahmi Dengan Demokrat, PAN Putuskan Tetap Dukung Bobby Nasution.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.