JAKARTA, KOMPAS TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan atau Menkopolhukam, Mahfud MD, membalas kritik mengenai polemik buronan kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
Dalam cuitannya di media sosial Twitter, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan Indonesia sudah dikerjai oleh mafia hukum sejak 2009 atau sejak zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pada tahun SBY menjabat itulah, kata Mahfud, Djoko Tjandra sudah tahu akan divonis penjara selama dua tahun sebelum hakim mengetuk palu. Karena sebab itulah, Djoko Tjandra melarikan diri.
Baca Juga: Terungkap! Djoko Tjandra Diserahkan Kepolisian Malaysia di Atas Pesawat
“Tahun 2009 kita sudah dikerjai oleh mafia hukum, sebab Djoko Tjandra bisa tahu akan divonis 2 tahun dan lari sebelum hakim mengetokkan palu,” kata Mahfud melalui akun Twitter pribadinya pada Sabtu (1/8/2020).
“Siapa yang memberi karpet kepada dia saat itu sehingga bisa kabur sebelum hakim mengetukkan vonisnya? Limbah mafia ini sudah lama ada, perlu kesadaran kolektif.”
Mahfud MD diketahui menyatakan demikian menanggapi kritikan yang diarahkan kepada pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi terkait penanganan Djoko Tjandra.
Selain SBY, Mahfud juga menyindir anggota DPR dari Partai Demokrat, Benny K Harman.
Seperti diketahui, sejak ramai kasus pelarian Djoko Tjandra, Benny K Harman kerap mengkritik pemerintah baik di forum resmi DPR maupun di acara talk show televisi.
Baca Juga: ICW Desak KPK Telusuri Dugaan Suap Djoko Tjandra ke Tiga Oknum Jenderal Polri
Benny menyebut, pemerintah bermain 'cilukba' dalam kasus DjokoTjandra karena memberi karpet merah kepada sang buronan.
Itu terlihat dari mulai kedatangan sampai kepulangan Djoko Tjandra dari Indonesia dikawal oleh oknum penegak hukum.
“Awalnya ada yang bilang Pemerintah bersandiwara mau menangkap Djoko Tjandra. Toh dia diberi karpet merah. Ada yang bilang Pemerintah hanya main “Ciluk Ba”. Ada yg bilang, ini hanya ribut sebulan dan stlh itu kasusnya dilupakan orang. Akrobat hukum Joko Tjandra itu dimulai thn 2009,” ujar Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud MD menilai Djoko Tjandra bisa mendapat hukuman lebih lama, tak hanya sekadar dua tahun sebagaimana yang telah divonis oleh hakim sebelumnya.
Baca Juga: Mabes Polri Pastikan Djoko Tjandra yang Dibawa ke Indonesia Asli Bukan KW
“Djoko Tjandra tidak hanya harus menghuni penjara 2 tahun. Karena tingkahnya dia bisa diberi hukuman-hukuman baru yang jauh lebih lama,” kata Mahfud.
“Dugaan pidananya, antara lain, penggunaan surat palsu dan penyuapan kepada pejabat yang melindunginya. Pejabat-pejabat yang melindunginya pun harus siap dipidanakan. Kita harus kawal ini.”
Cuitan Mahfud MD tersebut lantas memantik reaksi kader Partai Demokrat. Adalah Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman yang menanggapi sindiran Mahfud MD tersebut.
Menurut Benny, rebut-ribut soal Djoko Tjandra bukan mengenai akrobatnya yang dilakukan sejak tahun 2009.
Baca Juga: Polisi Diminta Tetapkan Djoko Tjandra Jadi Tersangka Penggunaan Surat Palsu
Tapi, terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali itu dikawal keluar masuk dari tempat persembunyian. Setelah jadi sorotan publik, Djoko Tjandra kemudian ditangkap dan kemudian negara pesta pora.
“Ribut-ribut kita bukan soal akrobat Jokcan (Djok Tjandra) sejak 2009 lalu, tapi tentang negara yang gelar karpet merah untuk Jokcan (Djoko Tjandra),” ujar Benny melalui akun Twitternya, Sabtu (1/8).
“Tentang lumpuhnya negara, tentang diamnya presiden, tentang teman-teman yang mengawalnya masuk-keluar ke tempat persembunyian. Lalu negara pesta pora-sujud Jokcan ditangkap? Ci Luk Ba. Liberte!.”
Sebelumnya, Mabes Polri telah menyerahkan buronan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra ke Kejaksaan Agung, Jumat (31/7/2020) malam.
Baca Juga: Kasus Djoko Tjandra Momentum Jokowi Evaluasi Kementerian
Kejaksaan Agung pun langsung mengeksekusi terpidana kasus hak tagih Bank Bali itu. Djoko langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Salemba cabang Mabes Polri di Gedung Mabes Polri.
Sementara itu, Kabareskrim, Komjen Listyo Sigit Prabowo, mengatakan meski telah diserahkan dan dieksekusi, polisi tetap melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pelarian Djoko Tjandra sekaligus kasus penerbitan surat jalannya oleh Polri serta aliran dana.
"Sehingga yang bersangkutan dititipkan di Rutan Salemba cabang Mabes Polri, agar mempermudah penyidikan atas saudara Djoko Tjandra," kata Listyo, Kamis (31/7/2020).
Joko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Djoko Tjandra.
Baca Juga: Tangkap Djoko Tjandra, Kabareskrim Listyo Sigit Dinilai Layak Jadi Kapolri Gantikan Idham Azis
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Ali Mukartono mengatakan setelah Djoko Tjandra diserahterimakan oleh Polri ke Kejaksaan, pihaknya langsung mengeksekusi Djoko ke lembaga pemasyarakatan.
"Dengan ini maka tugas kejaksaan selesai, status yang bersangkutan dari terpidana kini menjadi warga binaan," kata Ali.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.