JAKARTA, KOMPAS TV - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI) Boyamin Saiman melaporkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Pelaporan tersebut karena Azis melarang Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM untuk membahas buronan terpidana kasus pengalihan utang (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
“RDP tersebut sangatlah urgen karena akan membantu pemerintah segera mengurai sengkarut kasus Djoko Soegiarto Tjandra,” kata Boyamin seperti dikutip dari Kompas.com di Jakarta, Selasa (21/7/2020).
Baca Juga: Terlibat Pelarian Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Segera Disidangkan
Selain itu, kata Boyamin, RDP itu diperlukan agar anggota dewan bisa memberikan rekomendasi untuk penuntasan penindakan terhadap oknum-oknum yang membantu Djoko Tjandra.
Dari situ, diharap jejak keberadaan Djoko Tjandra diketahui, sehingga pemerintah mampu menangkapnya dan membawa pulang ke Indonesia untuk kemudian dijebloskan ke dalam penjara.
Menurutnya, sikap Azis yang enggan meneken surat izin rapat di masa reses bagi Komisi III telah melanggar ketentuan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Koder Etik.
Boyamin menilai alasan Azis tak mengizinkan Komisi III menggelar RDP juga sulit diterima. Sebab, kesepakatan rapat Badan Musyawarah (Bamus) hanya bersifat administratif. Ketua DPR Puan Maharani bahkan telah memberikan persetujuan.
Baca Juga: Mahfud MD Minta Polisi Bantu Djoko Tjandra Dipidana: Kalau Cuma Sanksi, 2 Tahun Lagi Jadi Pejabat
"Bahwa RDP DPR pengawasan dilarang sepanjang tidak adanya izin dan jika diizinkan maka tidak melanggar kesepakatan rapat Badan Musywarah DPR,” kata Boyamin.
“Izin ini hanya bersifat administrasi dan bukan rigid karena senyatanya pada saat reses sudah sering terjadi rapat-rapat oleh alat kelengkapan DPR.”
Boyamin yakin RDP tidak akan menganggu agenda reses anggota Komisi III. Bahkan, menurut dia, RDP terkait Djoko Tjandra ini justru menunjukkan kepekaan DPR terhadap situasi yang terjadi saat ini.
"RDP dapat dilakukan secara virtual sehingga tidak mengganggu agenda anggota Komisi III DPR dalam masa reses yang mana sebenarnya anggota DPR selama wabah Covid-19 juga tidak terlalu banyak melakukan kegiatan tatap muka dengan konstitutuennya. Dengan RDP justru anggota DPR peduli kondisi riil," tuturnya.
Baca Juga: "Lebih Baik Berperang dengan Indonesia daripada Menyerahkan Djoko Tjandra"
Karena itu, ia pun menduga ada kepentingan lain, sehingga Azis tidak memberikan izin Komisi III menggelar RDP. Menurut Boyamin, Azis sengaja bersembunyi di balik aturan-aturan yang sebenarnya berlaku fleksibel.
"Dengan tidak diizinkannya RDP Komisi III DPR atas sengkarut Djoko Tjandra oleh Azis Syamsudin patut diduga telah melanggar kode etik, yaitu menghalang-halangi tugas anggota DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan," ujar Boyamin.
"Dan patut diduga mempunyai kepentingan lain dengan berlindung di balik aturan yang sebenarnya dapat berlaku fleksibel sesuai kepentingan dan kebutuhan yang mendesak."
Sebelumnya, Azis telah menyampaikan sanggahan bahwa dirinya menolak menandatangani surat dari Komisi III terkait RDP gabungan dengan aparat penegak hukum guna menindaklanjuti kasus buron Djoko Tjandra.
Baca Juga: Mantan Wakapolri Menduga Keterlibatan 3 Jenderal Polisi di Pelarian Djoko Tjandra Sudah Terorganisir
Azis mengatakan, dirinya hanya menjalankan Tata Tertib DPR dan putusan rapat Badan Musyawarah (Bamus).
"Tentunya saya tidak ingin melanggar Tatib dan hanya ingin menjalankan Tata Tertib DPR dan Putusan Bamus, yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses," kata Azis dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/7/2020).
Azis menjelaskan, berdasarkan tata tertib DPR, masa reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja.
Kemudian, berdasarkan Tatib DPR, Badan Musyawarah dalam menjalankan tugas dapat menentukan jangka waktu penanganan suatu rancangan undang-undang, memperpanjang waktu penanganan suatu rancangan undang-undang.
Baca Juga: Soal Djoko Tjandra, Pakar: Potret Memalukan Itikad Penegak Hukum Indonesia
Selain itu, Bamus juga dapat mengalihkan penugasan kepada alat kelengkapan DPR lainnya, apabila penanganan rancangan undang-undang tidak dapat diselesaikan setelah perpanjangan serta menghentikan penugasan dan menyerahkan penyelesaian masalah kepada rapat paripurna DPR.
"Di Bamus sudah ada perwakilan masing-masing Fraksi, sehingga informasi kesepakatan dan keputusan yang terjadi bisa dikoordinasikan di Fraksi masing-masing. Hal ini penting agar komunikasi dan etika terjalin dengan baik" ujar Azis.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.