JAKARTA, KOMPAS.TV - Sejumlah organisasi keagamaan yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Komunisme akhirnya diterima oleh pimpinan DPR dalam sebuah audiensi.
Pertemuan audiensi itu dilakukan di ruang pimpinan DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Baca Juga: Update Terkini Demo Tolak RUU HIP di Depan Gedung MPR/DPR
Salah satu anggota dari Aliansi Nasional Anti Komunisme, yakni Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak meminta DPR menghentikan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
"Intinya adalah kami menginginkan menghentikan pembahasan RUU ini. Bukan hanya sekadar menunda, tapi Alhamdulillah pada akhir pembahasan para wakil DPR menyatakan berjanji akan menghentikan pembahasan itu walaupun dengan mekanisme yang ada," ujar Yusuf di Gedung Senayan, Jakarta.
Yusuf mengatakan, pihaknya akan terus mengawal RUU HIP sampai resmi dibatalkan DPR dan pemerintah.
"Insya Allah kami sudah melek, kami sudah tahu semua dan kami sudah tahu siapa-siapa inisiatornya, Insya Allah kami tidak akan menghentikan dan kami akan mengawal terus," tutur Yusuf.
Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin merespon hal tersebut, bahwa DPR berkomitmen untuk menghentikan pembahasan RUU HIP sesuai mekanisme yang ada.
"Masukan dari para habib, tuan guru dan tokoh masyarakat kami tampung, kami berkomitmen untuk melakukan penyetopan RUU ini tentu dengan mekanisme-mekanisme, dengan tatib dan mekanisme yang ada," kata Aziz.
Aziz menjelaskan, saat ini DPR masih menunggu surat resmi dari pemerintah terkait pembatalan pembahasan RUU tersebut.
Surat dari pemerintah tersebut, kata dia, nantinya akan diproses di DPR dalam rapat paripurna untuk disepakati seluruh anggota terkait pembatalan pembahasan RUU HIP.
"Nanti saat pemerintah mengambil sikap yang telah disampaikan oleh Pak Mahfud MD itu akan disetop. Nanti surat itu akan menjadi mekanisme pembahasan di DPR sesuai tatib. Tentu kita akan melalui Rapim, kemudian ke bamus dan bawa ke paripurna untuk menyampaikan komitmen melakukan penyetopan ini," katanya.
Aziz mengatakan pembahasan RUU HIP otomatis dibatalkan apabila pemerintah tak kunjung mengirimkan surat resmi pembatalan pembahasan.
"Tadi saya sudah sampaikan. Kalau pemerintah enggak mengirim (surpres) otomatis berhenti," kata Azis.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan sejumlah alasan pemerintah menunda pembahasan RUU HIP yang diinisiasi DPR.
Salah satu alasan tersebut berkaitan dengan aspek substansi dari RUU HIP itu sendiri.
"Aspek substansinya, Presiden menyatakan bahwa TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu masih berlaku mengikat dan tidak perlu dipersoalkan lagi," ujar Mahfud dalam keterangannya, Selasa (16/6/2020).
TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 mengatur tentang larangan ajaran komunisme/marxisme.
Baca Juga: Begini Isi Tap MPRS XXV/1966, Aspek Substansi yang Jadi Pro Kontra Pada RUU HIP
Menurut Mahfud, TAP MPRS tersebut merupakan produk hukum mengenai peraturan perundang-undangan yang mengikat.
Karena itu, TAP MPRS tersebut tidak bisa dicabut oleh lembaga negara maupun rancangan aturan yang digulirkan DPR.
Di sisi lain, kata Mahfud, pemerintah memandang rumusan Pancasila yang sah adalah rumusan yang disahkan oleh Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
"Rumusan Pancasila yang sah adalah rumusan yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, itu yang sah," kata dia.
Merujuk pada hal tersebut, pemerintah memutuskan untuk tidak mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR guna membahas RUU HIP.
Sebaliknya, pemerintah meminta DPR agar melakukan dialog dengan komponen masyarakat agar mendapatkan aspirasi terkait RUU HIP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.