Dia menilai bahwa pada saat membuat putusan hakim tidak terikat pada tuntutan Jaksa. Melainkan hakim merujuk pada surat dakwaan dan fakta-fakta di persidangan.
Sehingga, dia mengharapkan, agar majelis hakim dapat memberikan hukuman maksimal.
Dia mengungkapkan hakim harus mempertimbangkan pekerjaan terdakwa sebagai aparat kepolisian atau aparat penegak hukum yang harus melindungi warga negara.
Sementara, korban adalah seorang penegak hukum yang pekerjannya terganggu akibat penyiraman air keras yang dilakukan terdakwa.
“Posisi terdakwa aparat penegak hukum. Bisa jadi hal memberatkan. Yang harus menjadi perhatian, korban adalah aparat penegak hukum yang mana (penyiraman air keras,-red) mengakibatkan aktivitas beliau melakukan penegakan hukum menjadi terganggu,” kata dia.
Baca Juga: Kuasa Hukum Novel Baswedan: Jaksa Sedang Bersandiwara
Bandingkan Kasus Penyiraman Air Keras Lain
Selain itu, dia menambahkan, pada saat membuat putusan, majelis hakim juga harus memperhatikan konsistensi putusan dan disparitas pemidanaan terkait putusan dalam perkara lain dengan karakteristik yang sama.
Seperti kasus Heriyanto, pelaku penyiraman air keras ke tubuh istrinya, Yeta Maryati, divonis pidana penjara selama 20 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu, pada 2020.
Rika Sonata, menyewa preman untuk menyiram air keras kepada suaminya, Ronaldo, pada Oktober 2018. Dia divonis pidana penjara 12 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu.
Sedangkan, seorang preman yang disewa Rika mendapatkan vonis 8 tahun penjara.
Ruslam, pelaku penyiraman istrinya Eka Puji Rahayu dan mertuanya, Khoyimah, divonis pidana penjara 10 tahun oleh Pengadilan Negeri Pekalongan, pada 2019.
Baca Juga: Anggota DPR Bandingkan Tuntutan Kasus Novel dengan Penyiraman Air Keras di Bengkulu dan Pekalongan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.