JAKARTA, KOMPAS.TV – Jelang Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-48, Jakarta Shabran Network (JSN) menggelar silaturahmi nasional alumni Pondok Hajjah Nuriyah Shabran, Universitas Muhammadiyah Surakarta dari seluruh angkatan (1982-2019) melalui video conference, Sabtu (6/6/2020).
Baca Juga: Tausiyah Kebangsaan Muhammadiyah dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila
Silaturahmi virtual para alumni yang tergabung dalam Alumni Shabran Network (ASN) itu diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai wilayah atau daerah di Indonesia.
“Alumni Shabran Network atau ASN merupakan jejaring kader dan ulama Muhammadiyah yang berasal dari Pondok Hajjah Nuriyah Shabran. Pondok ini berada di bawah naungan Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai pusat pendidikan sekaligus pelatihan kader dan ulama Muhammadiyah,” ujar Mahli Zainuddin, Ketua Alumni Shabran Network.
Mahli mengatakan, pertemuan jejaring kader ulama Muhammadiyah se-Indonesia itu dalam rangka menyambut Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo, Jawa Tengah yang jatuh pada 24-27 Desember 2020.
Sedianya, lanjut Mahli, silaturahmi nasional yang mengusung tema “Penguatan Shabran Network untuk Muhammadiyah dan Bangsa” itu diselenggarakan secara off line atau bertemu fisik di Pondok Shabran, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Namun demikian, akibat wabah Covid-19 yang masih merajalela di berbagai wilayah Indonesia, sementara ini dilaksanakan secara online.
“Insya Allah kita melanjutkan pertemuan nasional secara off line, beberapa hari sebelum Muktamar Muhammadiyah berlangsung di Solo. Karena di pertemuan ini nanti dibahas juga suksesi kepemimpinan 13 orang di tingkat pusat Muhammadiyah,” tutur Mahli.
Bagi ASN, Pondok Shabran dan UMS, Muktamar Muhammadiyah merupakan momentum besar dan bersejarah untuk umat dan bangsa Indonesia.
Direktur Pondok Hajjah Nuriyah Shabran, Muthoharun Jinan menjelaskan bahwa Muktamar Muhammadiyah adalah momentum menggulirkan pengembangan dan gagasan Pondok Shabran di masa depan.
“Pada Muktamar (Muhammadiyah) nanti kita jadikan momentum menggulirkan pengembangan dan gagasan pondok masa depan yang berkemajuan untuk Muhammadiyah, umat dan bangsa Indonesia. Karena pondok ini pusat pendidikan kader ulama Muhmmadiyah yang pada mulanya langsung di bawah Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” ungkap Jinan, yang juga alumnus Pondok Shabran.
“Pondok Shabran sudah berusia 38 tahun. Harapan kami seluruh alumni mendukung sepenuhnya pada kegiatan dan program yang salah satunya segera membuka khusus mahasantri pascasarjana (S2),” imbuh Jinan.
Baca Juga: Virus Corona Mewabah, Muhammadiyah Tunda Muktamar Ke-48 di Solo
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sofyan Anief mengatakan, Muktamar Muhammadiyah itu awalnya telah direncanakan pada 1-5 Juli 2020.
Bahkan, gedung besar pertemuan bernama Edutorium yang megah dan mewah pun sudah disiapkan jauh-jauh hari.
Tetapi, lanjut Sofyan, karena dampak pandemi Covid-19 itulah akhirnya Pimpinan Pusat Muhammadiyah merubah jadwal tersebut menjadi 24-27 Desember 2020.
Menurut Sofyan, Edutorium yang sudah hampir rampung pembangunannya sebagai tempat arena Muktamar Muhammdiyah dan Aisyiyah akan dilengkapi bangunan khusus berupa Museum Peradaban Islam Asia Tenggara.
“Edutorium UMS yang dibangun untuk arena Muktamar Muhammadiyah dilengkapi dengan Museum Peradaban Islam Asia Tenggara,” ungkap Sofyan, saat menjelaskan perkembangan seputar kampus UMS dalam pertemuan nasional itu.
Marpuji Ali, sesepuh UMS yang kini menjadi Bendahara Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengungkapkan terkait sejarah keberadaan Pondok Shabran.
Menurutnya, Pondok Shabran didirikan dan dibangun oleh almarhum Mohammad Djazman Alkindi pada tahun 1982 secara berjamaah bersama timnya.
Djazman saat itu sebagai pimpinan UMS dan orang yang membidangi perkaderan di tingkat Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
“Pondok Shabran ini bagian sumbangan UMS mencetak kader persyarikatan Muhammadiyah. Almarhum (Mohammad Djazman Alkindi) mendirikan dan membangunnya dilatarbelakangi oleh kegelisahan berapa banyak mahasiswa di kampus yang akan menjadi kader,” tutur Marpuji.
Marpuji mengatakan, tujuan didirikannya lembaga pendidikan kader tingkat akademik itu selain mencetak kader ulama, juga menjadikan kader pemimpin.
“Seorang kader harus dibekali dengan akhlaqul karimah, keberanian mengatakan yang benar atau tidak, sehingga bebas yang bertanggung jawab, keterbukaan, kedisiplinan, kerja keras tak kenal lelah, kesederhanaan, dan berjamaah (kebersamaan),” kata Marpuji.
Tidak sedikit kader alumni yang kini menjadi pemimpin di banyak level di berbagai daerah di Indonesia.
Kiprah dan peranannya sangat dirasakan oleh umat, bangsa dan keluarga besar Muhammadiyah terutama Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
“Itulah yang dicanangkan oleh almarhum (Djazman Alkindi). Cita-cita ini harus tetap melekat pada alumni. Jadilah kader ulama. Jika belum mampu, jadilah kader pemimpin, kader bangsa, kader umat. Kalau pun tak jadi pimpinan tapi harus menjadi figur kader Muhammadiyah,” ucap Marpuji.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.