JAKARTA, KOMPAS TV - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tata Usaha (PTUN) Jakarta memvonis Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Menteri Komunikasi dan Informatika, Jhonny G Platte, bersalah atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
Dengan demikian, keduanya selaku pihak tergugat dinyatakan telah melanggar hukum dengan mengacu pada putusan majelis hakim tersebut.
Seperti diketahui, pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat dilakukan pemerintah sejak Agustus 2019 lalu, menyusul terjadinya aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan terkait rasisme kepada mahasiswa Papua.
"Menyatakan tindakan pemerintah yang dilakukan tergugat 1 dan 2 adalah perbuatan yang melanggar hukum,” kata Hakim Ketua, Nelvy Christin, dalam sidang pembacaan putusannya di Jakarta pada Rabu (3/6/2020).
Baca Juga: Youtuber Jadi Tersangka Rasisme Papua
Dalam putusan itu, sebagai pihak tergugat 1 adalah Menteri Komunikasi dan Informatika. Sedangkan tergugat 2 adalah Presiden Jokowi.
Selain dinyatakan bersalah, majelis hakim juga menghukum tergugat 1 dan 2 untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 457.000. Majelis hakim juga menolak eksepsi para tergugat.
Menurut majelis hakim, internet bersifat netral. Karenanya, bisa digunakan untuk hal-hal yang positif atau pun sebaliknya negatif.
Namun, apabila ada konten yang melanggar hukum, maka yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah membatasi konten tersebut.
Baca Juga: Tri Susanti, Tersangka Rasisme Papua Ditahan
Oleh karena itu, majelis hakim menilai pemerintah telah melanggar hukum. Adapun pelanggaran hukum yang dimaksud yakni: Pertama, Throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 sejak pukul 13.00 WIT sampai dengan pukul 20.30 WIT.
Kedua, pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Provinsi Papua pada 29 kota/kabupaten dan Provinsi Papua Barat pada 13 kota/kabupaten tertanggal 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya pada 4 September 2019 Pukul 23.00 WIT.
Ketiga, memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet di 4 kota/kabupaten di Provinsi Papua yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya serta 2 kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat terdiri atas Kota Manokwari dan Kota Sorong sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 18.00 W IT/20.00 WIT.
Baca Juga: Deklarasi Damai Tolak Rasisme dan Ujaran Kebencian di Papua
Adapun, penggugat dalam perkara ini adalah gabungan dari organisasi yakni AJI, YLBHI, LBH Pers, ICJR, Elsam dan lain-lain
Sementara itu, kuasa hukum para penggugat, Isnur, membenarkan mengenai putusan hakim tersebut. Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini.
Isnur menuturkan, hakim Nelvy berpendapat alasan Kemenkominfo menyebut pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat sebagai langkah untuk mencegah penyebaran hoaks yang memicu aksi massa tak bisa menjadi pembenaran.
Menurut hakim, kata Isnur, pemutusan akses hanya dapat dilakukan pemerintah terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen muatan yang melanggar hukum.
Namun, hal itu tidak mencakup pemadaman internet secara keseluruhan seperti yang terjadi di Papua dan Papua Barat.
Baca Juga: Polisi Tangkap Pelaku Ujaran Kebencian & Rasisme Papua di Makassar
"Hakim menganalogikan konten pornografi, di mana yang dibatasi dan ditutup situsnya, bukan internetnya," ujar Isnur.
Apabila muncul hoaks, kata Isnur, hakim berpendapat pemerintah bisa menggunakan mekanisme pemblokiran akun di media sosial yang dinilai menyebarkan hoaks.
"Pemblokiran internet secara keseluruhan malah membahayakan penanganan hoaks dan propaganda kebencian itu sendiri," kata Isnur.
Pemblokiran dinilai justru menghambat masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.