Selama mengenal Ni'matul, Mahfud menilai dia merupakan orang yang biasa-biasa saja. Ni’matul, kata dia, orangnya tidak suka aneh-aneh.
"Kebetulan calon pembicara di UGM itu dulu saya promotornya ketika doktor, kemudian jadi asisten. Bu Ni'matul Huda itu orangnya enggak aneh-aneh," ujar Mahfud.
Mahfud menegaskan, pembatalan acara diskusi tersebut bukan karena ulah pemerintah. Hal ini perlu ditegaskan.
Baca Juga: Diskusi Bertema "Pemecatan Presiden" Picu Polemik, Dosen UII Yogyakarta Diteror
“Ini penting sebagai informasi, seakan-akan (diskusi) tidak jadi itu tindakan dari pemerintah. Saya cek ke polisi, enggak ada polisi melarang,” kata Mahfud.
“Saya cek ke rektor, saya telepon rektor UGM, pembantu rektor, apa itu dilarang saya bilang. Enggak usah dilarang dong.”
Pihak UGM, kata Mahfud, lalu menyatakan tak pernah melarangnya. Adapun pelarangan yang terjadi justru dilakukan sesama masyarakat sipil sendiri.
Sementara soal teror yang diterima panitia pelaksana dan narasumber diskusi, Mahfud berjanji akan mengusut tuntas jika ada laporan yang masuk kepadanya.
"Siapa yang mendatangi meneror rumahnya Bu Ni'matul. Saya bilang laporkan, kalau ada orangnya. Laporkan ke saya, saya nanti menyelesaikan," kata Mahfud.
Baca Juga: Diskusi Tentang Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Batal Digelar, Panitia Sempat Diancam
Sebelumnya, Presiden Constitutional Law Society (CLS), Aditya Halimawan, menyayangkan ada pihak yang menganggap kegiatan yang dilakukannya disalahartikan sebagai gerakan makar.
Aditya menegaskan, tema dan kegiatan yang dilakukan tidak berkaitan dengan aksi makar atau gerakan politis lainnya. Ia menyebut kegiatan yang dilakukannya murni bersifat akademis.
"Seperti klarifikasi yang sudah kami sampaikan, bahwa kami bersifat akademis. Tidak berkaitan oleh politik manapun atau agenda politik manapun," kata Aditya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.