BANDUNG, KOMPAS TV - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mempertanyakan alasan pemerintah pusat kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, Mahkamah Agung sudah membatalkan aturan kenaikan tersebut pada Februari 2020.
Karena itu, Ridwan Kamil meminta kepada pemerintah untuk menjelaskan secara detail mengenai aturan main kenaikan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan untuk kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Menurut dia, penjelasan secara komprehensif itu penting untuk memberikan kejelasan sekaligus mencegah polemik di tengah masyarakat.
Ridwan mengakui kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintah daerah.
Baca Juga: Dirut BPJS Kesehatan Sebut Jokowi Tak Melawan Mahkamah Agung Naikkan Iuran
Namun, kata dia, sangat berpengaruh signifikan pada persepsi masyarakat, terutama yang berada di daerah-daerah. Terlebih, Mahkamah Agung sempat membatalkannya. Hal ini bukan tak mungkin membuat masyarakat bingung,
"Semoga pemerintah pusat bisa menjelaskan dengan jelas apa alasan kembali menaikkan BPJS (Kesehatan). Selama ini masyarakat persepsinya kembali ke harga yang lama sesuai keputusan MA,” kata Ridwan Kamil di Bandung, Jawa Barat pada Kamis (14/5/2020).
“Kemudian ada kenaikan, saya kira butuh penjelasan saja. Yang saya tahu memang ada defisit dari APBN.”
Sejauh ini, dia menyebut, penjelasan maupun pemberitaan yang ada di media massa belum sepenuhnya dicerna baik oleh masyarakat yang terkena dampak kenaikan iuran tersebut.
Apalagi, saat ini sedang terjadi pandemi wabah virus corona atau Covid-19 yang memengaruhi perekonomian masyarakat.
"Jadi, dari kami minta penjelasan lebih jelas, karena sampai hari ini kalau saya baca penjelasannya belum komprehensif,” ujar Ridwan.
“Alasan-alasan kenapa naik dan bagaimana. Saya kira itu, supaya kami di daerah enggak ada keresahan yang tidak bisa kami jawab. Kami butuh jawaban karena tugas provinsi adalah 50 persen perwakilan pemerintah pusat di daerah.”
Baca Juga: YLKI: Naiknya Iuran BPJS Tak Berempati Kepada Masyarakat
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo resmi mengubah besaran iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam Pasal 34 perpres tersebut, disebutkan besaran iuran bagi peserta PBPU dan BP dengan manfaat pelayanan kelas III, besaran iurannya sama dengan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yakni sebesar Rp42.000 per orang per bulan.
Tapi, ada keringanan bagi peserta. Tahun pertama atau 2020, iuran peserta PBPU dan BP untuk pelayanan kelas III hanya membayar sebesar Rp25.500 per orang per bulan.
Sementara sisanya sebesar Rp16.500 akan dibayarkan oleh pemerintah pusat sebagai bantuan iuran bagi peserta.
Lalu, untuk 2021 dan tahun berikutnya peserta PBPU dan BP membayar sebesar Rp35.000 per orang tiap bulan.
Adapun sisanya sebesar Rp7.000 akan dibayar oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bantuan iuran.
Baca Juga: Iuran Naik, Ganjar: BPJS Kesehatan Harus Lebih Profesional
Iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II besarannya yakni Rp100.000 per orang per bulan.
Iuran untuk peserta mandiri kelas II ini berbeda dengan aturan sebelumnya. Dalam huruf b ayat 1 Pasal 34 Perpres 75/2019, disebutkan iuran untuk peserta mandiri kelas II sebesar Rp110.000.
Sementara, dalam Perpres 82/2018, iuran peserta mandiri kelas II sebesar Rp51.000 per orang per bulan.
Selanjutnya, iuran bagi peserta PBPU dan BP kelas I sebesar Rp150.000 per orang per bulan.
Angka ini lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp160.000 per orang per bulan tetapi lebih tinggi dari Perpres 82/2018 yang sebesar Rp80.000 per bulan.
Besaran iuran untuk peserta mandiri kelas I, II dan III ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2020.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.