JAKARTA, KOMPAS TV - Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak melawan Mahkamah Agung terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Pasalnya, perubahan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan masih sesuai dengan aturan Mahkamah Agung (MA).
Bahkan, menurut Fachmi, peraturan yang dikeluarkan presiden tersebut masih sangat menghormati putusan MA.
"Isunya di media Pak Jokowi melawan MA (Mahkamah Agung), tidak menghormat. Itu tidak benar,” kata kata Fachmi dalam konferensi persnya di Jakarta pada Kamis (14/5).
Baca Juga: Soal Iuran BPJS, Ganjar Pranowo: Saya Yakin Keputusan Presiden Tidak Mudah
Fachmi menjelaskan, jika dikaji ada tiga opsi sebenarnya menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung. Itu antara lain mencabut, mengubah atau melaksanakan.
Dari ketiga opsi tersebut, menurut Fachmi, Jokowi memilih opsi yang kedua, yakni mengubah.
Dengan demikian, Fachmi mengatakan, langkah yang diambil Jokowi masih dalam koridor yang benar.
“Artinya Pak Jokowi masih dalam koridor, konteksnya itu kedua, mengubah, dan mengubah itu masih sangat menghormati kalau membandingkan dengan Perpres 75," ujar dia.
Baca Juga: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dikritik, Istana: Negara Sedang Sulit, Penerimaan Turun Drastis
Lebih lanjut, soal jumlah peserta yang akan turun kelas setelah iuran BPJS Kesehatan naik, Fachmi menuturkan, jumlahnya tidak akan signifikan.
"Kami melihat tidak akan masif lagi ([peserta turun kelas), karena 1 bulan sampai 3 bulan sebelum keputusan MA ini terbit, itu sudah ada pergerakan, saat itu kami ada program Praktis, pindah kelas perawatan tidak sulit," ujar Fachmi.
Sayangnya, Fachmi tidak menyebut berapa banyak peserta yang sudah pindah kelas. Namun, Fachmi mengatakan perpindahan kelas oleh peserta ini cukup dinamis.
Dia menyebut, tak hanya peserta yang turun kelas, ada juga peserta yang memilih untuk pindah ke kelas lain yang lebih tinggi, bahkan itu terjadi setelah iuran naik.
"Sebetulnya pada saat Perpres 75/2019 itu, saat iuran naik, peserta bergeser dari kelas II ke kelas I dan kelas III jadi kelas II. Jadi memang dinamis," kata Fachmi.
Baca Juga: Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, FX Rudy: Membingungkan, Kita Bayar Rp42 Ribu atau Rp35 Ribu
Adapun, berdasarkan data BPJS Kesehatan, hingga awal Mei 2020, total peserta mandiri BPJS Kesehatan sebanyak 35,14 juta. Dari total terseut, kelas I sebanyak 6,11 juta peserta, kelas II sebanyak 7,38 juta peserta dan kelas III sebanyak 21,64 juta peserta.
Seperti diketahui, dalam Perpres 64/2020, pemerintah menetapkan iuran baru bagi peserta mandiri BPJS Kesehatan per Juli 2020.
Hal ini dilakukan karena beberapa bulan lalu MA membatalkan iuran peserta mandiri dalam pasal 34 Perpres 75 Tahun 2019.
Melalui Perpres 64/2020, pemerintah memutuskan iuran peserta mandiri pada April hingga Juni 2020 sesuai dengan Perpres 82/2018 yakni Rp25.500 untuk kelas III, Rp51.000 kelas II dan Rp80.000 kelas I.
Baca Juga: DPR: Pemerintah Seharusnya Keluarkan Perpres Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Adapun kelebihan iuran yang sudah dibayar peserta akan digunakan untuk membayar iuran berikutnya.
Namun per Juli nanti, iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000 per orang per bulan. Kelas II Rp110.000 per orang per bulan, dan kelas III sebesar Rp42.000 per orang per bulan.
Namun, khusus kelas III besaran iuran akan ditanggung sebagian oleh pemerintah. Pada tahun pertama atau 2020 bantuan diberikan sebesar Rp16.500 per orang per bulan, sehingga peserta hanya membayar Rp25.500 per orang per bulan.
Lalu pada 2021 pemberian bantuan diberikan sebesar Rp7.000. Artinya, peserta wajib membayar Rp35.000 per bulannya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.