Kompas TV nasional peristiwa

70 Tahun Konferensi Asia Afrika, Apakah Ada Pertemuan Pejabat Tingkat Tinggi Asing di 2025?

Kompas.tv - 16 April 2025, 14:37 WIB
70-tahun-konferensi-asia-afrika-apakah-ada-pertemuan-pejabat-tingkat-tinggi-asing-di-2025
Presiden Soekarno ketika menyampaikan pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika di Bandung (18/04/1955). Di latar belakang antara lain tampak PM India Nehru, PM Birma U Nu, Pm Ali Sastroamidjojo serta para pemimpin negara sponsor KAA lainnya. (Sumber: IPPHOS via Kompas.id)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Konferensi Asia Afrika (KAA) yang pertama kali digelar pada 18 April 1955 di Bandung, Jawa Barat, kini memasuki usia ke-70 tahun pada tahun 2025.

Momentum bersejarah ini menjadi tonggak penting bagi negara-negara Asia dan Afrika dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mengakhiri kolonialisme. 

Dari konferensi tersebut lahirlah Dasasila Bandung, sepuluh prinsip dasar yang menjadi pedoman kerja sama dan solidaritas di antara negara-negara berkembang.

Baca Juga: Festival Asia Afrika Kembali Digelar, Sejumlah Jalan di Bandung akan Ditutup, Cek Jalur Alternatif

Setiap 10 tahun sekali, biasanya digelar pertemuan antara pejabat tinggi negara Asia-Afrika di Bandung.

Meski begitu di tahun ini, Juru Bicara Kemlu RI Rolliansyah “Roy” Soemirat pada bulan lalu mengatakan tidak ada rencana penyelenggaraan acara khusus terkait peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) yang melibatkan pejabat tinggi asing.

Dan akan ada beberapa kegiatan yang dilakukan untuk memperingati KAA namun tidak dalam bentuk sebuah perayaan event besar,” kata Roy dikutip dari Antara pada 11 Maret 2025.

Roy menambahkan bahwa bentuk kegiatan terkait peringatan KAA tersebut masih dalam pembahasan.

Meski demikian, Roy menegaskan bahwa hal terpenting dari peringatan Konferensi Asia Afrika adalah menjaga dan terus menyuarakan semangat KAA agar tetap relevan, khususnya di tengah dinamika global saat ini. 

Ia juga menyebutkan bahwa negara-negara yang dahulu menjadi peserta KAA 1955 kini tergabung dalam Gerakan Non-Blok (GNB), yang saat ini memiliki lebih dari 100 negara anggota.

"Hal ini menunjukkan bahwa Dasasila Bandung masih sangat relevan dan penting untuk terus digaungkan hingga saat ini," tambahnya.

Dasasila Bandung yang Semakin Relevan sebagai Solusi Global

Dasasila Bandung dan Semangat Bandung semakin relevan untuk diterapkan dalam menyikapi situasi dan tantangan dunia saat ini. Hal tersebut disampaikan pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, dalam pembukaan acara Global History and Politics Dialogue di Bandung, Selasa (15/4/2025) malam.

Baca Juga: Asia Afrika Festival Kembali Digelar Usai 2 Tahun Vakum, Total Peserta Capai 250 Orang!

Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) yang pertama kali diselenggarakan di Bandung pada 18 April 1955. 

Dalam sambutannya, Dino menekankan pentingnya kembali mencermati dan menghidupkan prinsip-prinsip dasar Konferensi Asia Afrika dalam dinamika politik global masa kini.

"Semangat Bandung semakin relevan saat ini. Sangat penting bagi kita untuk mencermati Dasasila Bandung," ujar Dino dikutip dari Antara.

Semangat Bandung merupakan konsep yang diilhami oleh nilai-nilai KAA, di antaranya semangat hidup berdampingan secara damai (live and let live), keterlibatan global yang setara, dan penghormatan terhadap kedaulatan negara lain.

Sementara itu, Dasasila Bandung merujuk pada sepuluh prinsip yang menjadi pijakan bersama negara-negara Asia dan Afrika dalam menentang kolonialisme serta memperjuangkan tatanan dunia yang adil.

Menurut Dino, pelanggaran terhadap hukum dan norma internasional yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir menunjukkan bahwa prinsip-prinsip tersebut justru semakin relevan untuk diterapkan.

"Dan menurut saya (Dasasila Bandung) menjadi lebih relevan lagi karena sekarang ini banyak prinsip-prinsip Dasasila Bandung itu yang sudah tidak (dijalankan) dan terlanggar dalam dunia internasional, seperti sekarang ini yang kita lihat," ujarnya.

"Apa yang kita jalani saat ini adalah dunia yang mengalami krisis kepercayaan terhadap sistem internasional berbasis aturan," tambah Dino.

Ia mencontohkan sejumlah perilaku yang bertentangan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti klaim sepihak terhadap wilayah negara lain. 

Dino merujuk pada pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyebut kemungkinan mengklaim Greenland dan menjadikan Kanada sebagai negara bagian ke-51 AS.

"Bukan berarti kita juga harus ikut-ikutkan bertindak seperti itu, justru kita yang harus mendorong (negara lain) bertindak seperti apa yang disampaikan oleh UN Charter (Piagam PBB). Kita yang akan step up, kita yang akan jadi pembela dari tatanan dunia berbasis aturan," ucapnya.

Dino juga menyoroti adanya sistem internasional yang bersifat standar ganda, yakni penerapan aturan yang berbeda untuk negara tertentu.

"Ada sistem di mana aturan berlaku untuk Anda, tapi tidak untuk kami. Standar ganda dan kemunafikan menjadi hal yang lumrah sekarang. Inilah bahaya terbesar bagi sistem internasional," ucapnya.

Karena itu, menurut dia, peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika perlu dimaknai sebagai momentum untuk kembali menyuarakan nilai-nilai yang terkandung dalam Dasasila Bandung, serta menjadikannya landasan moral dalam hubungan antarbangsa.

"Dalam konteks dunia internasional sekarang inilah, kita perlu mengingat lagi mengenai prinsip-prinsip dalam Dasasila Bandung itu, serta menerapkannya dan menghidupkannya kembali dalam sistem internasional," kata Dino.

Baca Juga: Aksi Bela Palestina Tumpah Ruah di Jalan Asia Afrika Bandung, Begini Situasinya

Konferensi Asia Afrika 1955 menghasilkan sepuluh prinsip dasar kerja sama internasional yang kemudian dikenal sebagai Dasasila Bandung. Prinsip-prinsip ini menjadi semangat solidaritas negara-negara Asia dan Afrika dalam menolak kolonialisme dan mendorong perdamaian dunia.

Isi Dasasila Bandung adalah sebagai berikut

  1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam Piagam PBB
  2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa
  3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil
  4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain
  5. Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB
  6. Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara lain
  7. Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara
  8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak- pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB
  9. Memajukan kepentingan bersama dan Kerja sama
  10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

 

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV/Antara

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x