JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) menceritakan pengalaman pahit mereka dalam audiensi dengan Kementerian HAM, Selasa (15/4/2025).
Para mantan pemain sirkus itu menyampaikan langsung pengalaman mereka di hadapan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto.
Seorang mantan pemain sirkus yang menngenakan kursi roda, bernama Ida, mengisahkan kecelakaan yang ia alami saat pertunjukan di Lampung.
Saat itu, kata Ida, dirinya jatuh dari ketinggian saat show, namun pengelola sirkus tidak langsung membawanya ke rumah sakit.
“Saya mengalami jatuh dari ketinggian saat show di Lampung. Setelah jatuh, saya tidak langsung dibawa ke rumah sakit,” kata Ida.
Baca Juga: Geger Singa Sirkus Kabur di Italia, Melenggang Santai di Kota Pantai Italia Lebih dari 5 Jam
“Setelah pinggang saya mulai bengkak, barulah saya dibawa ke rumah sakit dan ternyata saya patah tulang. Tidak lama kemudian saya dibawa ke Jakarta dan dioperasi,” kenangnya.
Pascakejadian itu, akhirnya Ida dipertemukan dengan orang tuanya.
Seorang mantan pemain sirkus lainnya, Butet, menceritakan kisah pilu yang ia alami. Menurutnya, ia sering mendapatkan perlakuan kasar bahkan saat hamil.
“Kalau main saat show tidak bagus, saya dipukuli. Pernah dirantai pakai rantai gajah di kaki, bahkan untuk buang air saja saya kesulitan,” tutur perempuan ini.
“Saat hamil pun saya dipaksa tetap tampil. Setelah melahirkan, saya dipisahkan dari anak saya, saya tidak bisa menyusui. Saya juga pernah dijejali kotoran gajah hanya karena ketahuan mengambil daging empal,” ucapnya menahan tangis.
Ia pun mengaku kehilangan identitas diri selama hidup. Butet mengaku tidak mengetahui siapa dirinya sebenarnya, termasuk nama asli, usia, maupun keluarganya.
“Saya tidak tahu identitas saya, nama, keluarga, dan bahkan usia saya,” ujar dia.
Pemain sirkus lain yang menyampaikan keluhan adalah Fifi, yang mengaku telah berada di lingkungan sirkus sejak bayi. Sebab salah satu bos OCI mengambilnya sejak bayi.
Belakangan ia mengetahui bahwa dirinya adalah anak dari Butet. Butet mengaku menyerahkan Fifi untuk diasuh orang lain karena belum memiliki kehidupan yang layak.
“Saya sempat diseret dan dikurung di kandang macan, susah buang air besar. Saya enggak kuat, akhirnya saya kabur lewat hutan malam-malam, sampai ke Cisarua. Waktu itu sempat ditolong warga, tapi akhirnya saya ditemukan lagi,” kata Fifi.
Setelah dirinya kembali tertangkap, ia justru mengalami siksaan, termasuk diseterum hingga dirinya lemas.
“Saya diseret, dibawa ke rumah, terus disetrum. Kelamin saya disetrum sampai saya lemas. Rambut saya ditarik, saya ngompol di tempat, lalu saya dipasung,” tuturnya.
Merespons aduan tersebut, Wakil Menteri HAM Mugiyanto, memastikan segera memanggil manajemen Taman Safari Indonesia.
“Setelah kami mendengar laporan dari para korban, kami juga akan mengupayakan untuk mendapatkan informasi dari pihak yang dilaporkan sebagai pelaku tindak kekerasan. Kami akan lakukan secepatnya,” bebernya.
Pemanggilan itu, kata dia, untuk memastikan agar tidak ada lagi praktik serupa yang terus berlangsung.
“Karena salah satu upayanya memang mencegah supaya praktik seperti sekarang ini tidak terjadi lagi. Dan itu harus cepat. Mudah-mudahan dalam minggu-minggu ke depan kita sudah bisa lakukan,” tuturnya.
Selain itu, pemanggilan tersebut juga bertujuan untuk mengawal rekomendasi dari Komnas HAM, yang hingga kini belum ditindaklanjuti oleh pihak Taman Safari Indonesia.
“Kami berharap semua pihak comply, patuh terhadap aspek-aspek asasi manusia. Karena Kementerian HAM ada untuk memastikan semua pihak, baik pemerintah, swasta, hingga dunia usaha, patuh pada norma HAM,” ungkapnya.
Mugiyanto menilai tantangan hukum dalam kasus ini cukup berat, mengingat sebagian besar peristiwa terjadi di era 70-an hingga 80-an atau sebelum adanya Undang-Undang HAM di Indonesia.
Meski demikian, ia berpendapat para pelaku dapat dijerat hukum jika ditemukan unsur pidana.
“Memang ini kasus lama. Pada masa itu, kita belum punya Undang-Undang HAM. Namun, bukan berarti tindak pidana yang terjadi tidak bisa dihukum. Kita sudah punya KUHP sejak Indonesia merdeka,” jelasnya.
Sementara, Muhammad Soleh selaku pengacara para korban, menyebut bahwa Fifi sempat melaporkan dugaan pelanggaran itu ke Mabes Polri sejak tahun 1997.
Ia melaporkan dugaan pelanggaran Pasal 277 KUHP tentang penghilangan asal-usul. Namun, kasus tersebut dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti.
“Dulu Bu Fifi pernah melaporkan ke Mabes Polri tentang penghilangan asal-usul, tapi akhirnya SP3 dikeluarkan. Alasannya, bukti tidak ada,” kata Soleh usai pertemuan.
“Kami bingung, karena dari 16 korban yang kami dampingi, hingga hari ini baru lima orang yang berhasil menemukan orang tua mereka, itu pun hasil usaha pribadi. Sementara 11 orang lainnya masih belum mengetahui siapa orang tua kandung mereka,” bebernya.
Pihak Taman Safari Indonesia juga telah merespons aduan para pengadu tersebut. Manajemen Taman Safari Indonesia mengatakan, masalah tersebut melibatkan individu tertentu.
Pihak manajemen Taman Safari Indonesia memastikan tidak memiliki keterikatan bisnis dengan mantan pemain sirkus tersebut.
“Taman Safari Indonesia Group sebagai perusahaan ingin menegaskan bahwa kami tidak memiliki keterkaitan, hubungan bisnis, maupun keterlibatan hukum dengan eks pemain sirkus yang disebutkan dalam video tersebut,” kata pihak manajemen dalam keterangan resmi.
Pihak manajemen menegaskan bahwa pihaknya merupakan badan usaha berbadan hukum yang berdiri secara independen dan tidak terafiliasi dengan pihak yang dimaksud.
“Kami menilai bahwa permasalahan tersebut bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan Taman Safari Indonesia Group secara kelembagaan.”
Baca Juga: Nekat Turun dari Mobil di Taman Safari Bogor, Pengunjung Dilarang Kembali Berkunjung
Pihak manajemen juga berharap agar nama dan reputasi Taman Safari Indonesia Group tidak disangkutpautkan dalam permasalahan ini.
“Kami berkomitmen untuk menjalankan kegiatan usaha dengan mengedepankan prinsip Good Corporate Governance (GCG), kepatuhan hukum, serta etika bisnis yang bertanggung jawab,” imbuh keterangan itu.
“Kami mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dalam menyikapi informasi yang beredar di ruang digital dan tidak mudah terpengaruh oleh konten yang tidak memiliki dasar fakta maupun keterkaitan yang jelas.”
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.