JAKARTA, KOMPAS.TV - Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta memecat dosen yang juga Guru Besar Fakultas Farmasi berinisial EM atas dugaan kekerasan seksual yang dilakukannya.
Lantas, bagaimana fakta-fakta kasusnya?
Sekretaris Universitas Gadjah Mada (UGM) Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu menyatakan, penanganan kasus ini sudah dilakukan sejak 2024 dan prosesnya berjalan hingga tahun ini.
"Kalau penanganannya sebenarnya sudah sejak juli tahun 2024, kemudian sampai rekomendasi keluar itu di akhir 2024. Keputusan dari Ibu Rektor itu keluar Januari 2025 dan pada hari yang sama, kita sudah mengajukan kepada kementerian (Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi)," terang Andi di UGM, Sleman, DIY, Selasa (8/4/2025), dikutip dari keterangan video yang diterima Kompas.tv.
Namun, menurut keterangan Andi, di pertengahan bulan Maret, ada keputusan menteri yang mendelegasikan pemeriksaan untuk pelanggaran disiplin kepegawaian yang hukumannya sedang sampai berat didelegasikan ke pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN).
Maka dari itu, meskipun permohonan UGM sudah dilakukan sebelum keputusan delegasi tersebut, dua hari sebelum libur Lebaran 2025, Sekjen Kementerian menyurati pimpinan PTN lagi, menyebutkan bahwa permohonan yang diajukan sebelum keputusan tetap diproses sesuai keputusan pendelegasian.
Baca Juga: Kasus Dokter PPDS Perkosa Keluarga Pasien: Polisi Sebut Pelaku Diduga Alami Kelainan seksual
Andi mengungkapkan, tim kepegawaian UGM akan melakukan klarifikasi terhadap pelanggaran yang dilakukan EM.
"Pemeriksaan itu kita belum tahu prosesnya seperti apa, tetapi ada deadline-nya. Dalam proses itu nanti akan diklarifikasi beberapa pelanggaran yang dilakukan, khususnya untuk disiplin kepegawaian," jelasnya.
Sementara itu, Andi juga mengatakan, terkait dengan etik, EM sudah diperiksa Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
"Setelah selesai pemeriksaan (dari UGM), hasilnya akan diserahkan ke rektor, rektor akan bersurat kepada menteri untuk menyampaikan rekomendasi itu, keputusan akhir ada di kementerian," papar Andi.
Baca Juga: Kemungkinan Ada Korban Lain Dugaan Kekerasan Seksual Mahasiswa PPDS Unpad, Polisi Persilakan Melapor
Andi menekankan, terkait status Pegawai Negeri Sipil (PNS) EM, UGM tidak memiliki kewenangan.
"Karena kan PNS itu diangkat oleh kementerian, diberhentikan juga oleh kementerian, UGM (atau) PTN tidak punya kewenangan untuk yang PNS," ujarnya.
Namun, Andi menekankan, EM sudah diberhentikan sebagai dosen UGM melalui Surat Keputusan (SK) Rektor.
"Tapi untuk memberhentikan sebagai PNS, juga ingat, guru besar itu bukan dari universitas ya, tapi dari pemerintah, makanya kemudian harusnya ada di sana, (keputusan) di kementerian," tegas Andi.
Ia mengungkapkan, UGM intens berkomunikasi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi pasca libur lebaran untuk akselerasi (percepatan) tindak lanjut terhadap EM.
Namun, ketika ditanyai terkait lamanya proses, Andi menyatakan belum bisa menyebutkan.
Baca Juga: Guru Besar UGM Diduga Lakukan Kekerasan Seksual, Puan: Tak Boleh Ada yang Kebal Hukum
Menurut keterangan Andi, korban dan saksi yang diperiksa serta memberi keterangan berjumlah 13 orang.
Andi mengiyakan ketika ditanyai apakah korban mengalami trauma. Namun, menurut keterangannya, para korban sudah mendapat pendampingan agar dapat beraktivitas seperti biasa lagi.
"Sudah didampingi dan insyaallah itu akan ada perbaikan dan kembali beraktivitas seperti biasa," ucapnya.
Selain itu, dari ketiga belasnya ini, ada sebagian yang masih mahasiswa aktif berkuliah di UGM atau belum lulus.
"Kalau yang dilaporkan itu kan yang diperiksa oleh Satgas PPKS kan kejadian 2023-2024, nah itu masih ada mahasiswa mahasiswi yang di dalam," terang Andi.
Andi memaparkan modus yang dilakukan pelaku atau EM terhadap korbannya.
"Modusnya ya, kegiatannya itu lebih banyak di rumah (EM), mulai dari diskusi, bimbingan dokumen akademik, baik itu skripsi, tesis, disertasi, kemudian juga di research center-nya, dan juga kegiatan-kegiatan lomba," sebutnya.
"Jadi biasanya ada lomba, mereka membuat dokumen atau persiapan proposalnya itu dilakukan di luar kampus," tambah Andi.
Ketika ditanyai apakah ada kejadian yang terjadi di dalam kampus, Andi menjawab, "Kalau kami melihat dari yang diperiksa, itu memang ada, tetapi itu yang verbal."
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.