JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmi Radhi meyakini pelaku tindak pidana korupsi termasuk blending adalah mafia migas.
Hal tersebut disampaikan Fahmi Radhi dalam dialog Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (28/2/2025).
“Ini tercermin dari komposisi yang tertangkap tadi, ada elit-elit pengambil keputusan dan juga swasta. Jadi saya dulu pernah menjadi anggota Tim Anti-Mafia Migas yang ketuanya Faisal Basri, dan modus yang digunakan sama persis termasuk dalam blending,” ucap Fahmi.
“Barangkali lebih tepat menggunakan blending ya, kalau oplosan kan itu konotasinya negative, miras oplosan misalnya. Blending sesungguhnya common practice di dunia perminyakan, hanya saja jangan sampai itu digunakan untuk tindak pidana korupsi,” lanjutnya.
Baca Juga: LBH Jakarta Buka Posko Pengaduan Masyarakat Korban Pertamax Diduga Oplosan
Oleh karena itu, Fahmi mengatakan, sangat meyakini bahwa blending atau pengoplosan BBM jenis Pertamax tersebut ada.
“Karena pertama adalah dasarnya yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung. Kedua, kami dulu pernah menyaksikan juga blending yang dilakukan Petra di Singapura. Ini sama persis modus yang dilakukan, pada waktu itu modusnya dengan blending itu jadi sulit menetapkan berapa harga pokok produksi,” kata Fahmi.
“Sehingga blending yang dijual atau diimpor ke Pertamina itu di-mark up gitu ya. Nah ini hal yang sama juga terjadi, blending dengan mencampur Pertamax dan Pertalite dengan menambahkan zat tertentu, tapi invoice yang dimintakan adalah harga pertamax padahal sebagian besar itu dalam blending Pertalite,” lanjutnya.
Sebelumnya, tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah mendapatkan alat bukti yang cukup.
Mereka menetapkan 7 orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 s.d. 2023.
Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto Diminta Berhentikan Yandri Susanto dari Jabatan Mendes PDTT
Berdasarkan perkembangan penyidikan tersebut, tim penyidik menyimpulkan dalam ekspose perkara, terdapat serangkaian perbuatan tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara dari adanya alat bukti cukup.
Antara lain pemeriksaan saksi sebanyak 96 (sembilan puluh enam) orang, pemeriksaan terhadap 2 (dua) orang ahli, penyitaan terhadap 969 (sembilan ratus enam puluh sembilan) dokumen, penyitaan terhadap 45 (empat puluh lima) barang bukti elektronik.
Dari alat bukti permulaan yang cukup, tim penyidik menetapkan 7 (tujuh) orang tersangka.
Mereka antara lain adalah RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional.
YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.
GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Selanjutnya, Tim Penyidik melakukan penahanan terhadap para Tersangka selama 20 (dua puluh) hari ke depan.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.