Kompas TV nasional humaniora

Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas bersama Warga Baduy Rehabilitasi Jembatan Gerendeng-Nayagati

Kompas.tv - 13 Februari 2025, 16:22 WIB
yayasan-dana-kemanusiaan-kompas-bersama-warga-baduy-rehabilitasi-jembatan-gerendeng-nayagati
Gotong Royong Volunter Muda DKK bersama Warga Baduy untuk Pengerasan Jalan Setapak Jembatan Garendeng-Nayagati, Selasa (11/2/2025).  (Sumber: Istimewa )
Penulis : Dian Nita | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengerjaan rehabilitasi jembatan gantung Gerendeng-Nayagati yang dilakukan oleh Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK), Relawan Kampung serta bersama warga Baduy telah selesai dilaksanakan.

Jembatan gantung Gerendeng-Nayagati yang telah selesai direhabilitasi kemudian diresmikan pada Selasa (11/2/2025). 

Selain Jembatan Nayagati yang menjadi urat nadi warga Baduy, ada juga jembatan gantung Kampung Gerendeng, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, yang kini tinggal berbentuk kerangka baja saja.

Hingga kini, warga masih menggunakan jembatan tersebut.

Warga Baduy mengandalkan jembatan untuk mobilitas antar kampung sekaligus sarana transportasi untuk pengangkutan hasil pertanian, kesehatan, pariwisata, serta penelitian lembaga pendidikan.

Baca Juga: Viral Dua Mobil Gunakan Plat Nopol Kembar Polisi Berikan Sanksi

Pada Selasa (11/2/2025) pagi rombongan Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (YDKK) bersama Volunter Muda DKK tiba di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. 

Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam dari Rangkas Bitung, rombongan diterima oleh warga Baduy.

Sebelum peresmian jembatan, rombongan YDKK melakukan pengerasan jalan setapak berlumpur menuju jembatan gantung dengan batu-batu. Mereka bergotong-royong bersama warga Baduy.

Batu-batu dari Sungai Cisimeut disusun di beberapa titik yang dinilai cukup berbahaya untuk dilalui lantaran berlumpur.

Jalur berlumpur itu berhubungan langsung ke Jembatan Gantung Baduy Gerendeng-Nayagati sehingga selalu dilewati.

Tak jauh dari lokasi gotong royong, jembatan gantung yang sudah selesai direnovasi itu berdiri dan langsung digunakan oleh warga sekitar. 

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Jabodetabek Besok 14-15 Februari 2025, Jakarta hingga Bogor Hujan Lebat

Jembatan itu dicat biru, begitu juga pelat bordes atau lantai jembatan tempat orang berpijak.

Ketua YDKK, Gesit Ariyanto mengungkapkan, pengerjaan jembatan berlangsung sejak Oktober 2024 hingga awal Februari 2025. 

"Untuk pembangunan proyek tersebut, YDKK menyalurkan dana dari pembaca harian Kompas (Kompas.id) sebesar Rp 305,13 Juta. Proyek itu meliputi pembangunan turap penahan jembatan, pondasi tebing, penggantian lantai jembatan, dan penggantian sling baja," kata Gesit, dalam pernyataan tertulis yang diterima Kompas.tv, Kamis (12/2/2025).

Jembatan gantung ini memiliki panjang 85 meter dengan ketinggian dari permukaan Sungai Cisimeut mencapai sekitar 25 meter.

Jembatan ini tak hanya jadi akses warga di tiga desa, tetapi juga sarana penghubung untuk mengangkut aneka macam komoditas.

”Sejak awal pengerjaan hingga sekarang kami melihat langsung betapa pentingnya jembatan ini bagi warga. Dengan perbaikan ini, jembatan gantung ini menjadi lebih kokoh dan tentunya berumur lebih panjang,” ungkap Gesit.

Gesit berharap dan yakin, jika warga Baduy, baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam akan menjaga dan merawat jembatan itu.

”Perlu dijaga dan dirawat bersama agar bisa selalu nyaman digunakan warga,” ujarnya.

Ketua Relawan Kampung Indonesia, Muhammad Arif Kirdiat menjelaskan, dalam catatannya setidaknya 859 orang melintas di jembatan itu dalam sehari, dari pukul 07.00 pagi sampai pukul 17.00 WIB. 

Jembatan itu menghubungkan tiga desa, yakni Desa Kanekes, Desa Nayagati dan Desa Pasir Eurih di dua wilayah kecamatan.

”Sebelum YDKK membantu, empat tahun lamanya kami mencari bantuan ke mana-mana, tetapi alhamdulillah ditolak. Begitu bertemu dengan Kompas, tidak butuh waktu lama bantuan itu datang dan kini warga menikmatinya,” ungkap Arif.

Arif menyampaikan, jembatan gantung dengan rangka baja itu memang baru berumur 9 tahun.

Namun, sebelum diganti dengan jembatan gantung, warga membuat jembatan dari bambu yang terus-menerus rusak diterjang arus sungai.

Kini, dengan teknologi yang digunakan sekarang jembatan itu setidaknya bisa digunakan hingga 30 tahun ke depan. Jembatan itu bahkan mampu menampung 200 orang di atasnya.

Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) adalah lembaga filantropi media yang didirikan oleh Perintis Kompas Gramedia, yakni Jakob Oetama dan P.K. Ojong. 

DKK bertransformasi menjadi Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas sejak 2011.

Cikal bakal DKK dimulai pada 1966 ketika Gubernur DKI Jakarta saat itu Ali Sadikin, mengajak media massa memberikan sekaligus mengumpulkan dana dari masyarakat untuk membantu masyarakat miskin. 

Pemicu lainnya adalah penggalangan dana melalui dompet pembaca Harian Kompas untuk membantu korban banjir di Solo tahun 1966.  

Sejak 1982, DKK tidak hanya mengumpulkan dana tetapi juga terjun langsung menyalurkan dana kepada korban bencana letusan Gunung Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat. 

Kegiatan mengumpulkan dan menyalurkan dana pembaca secara langsung kepada korban bencana selanjutnya menjadi pola kerja standar DKK saat terjun ke berbagai peristiwa bencana yang meliputi bencana alam, bencana akibat konflik, dan bencana kemanusiaan. 

Pengumpulan dan penyaluran dana terbesar dilakukan ketika terjadi bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera pada 2004-2005. 

Selain terjun ke lokasi-lokasi bencana, DKK juga aktif menyalurkan dana bantuan pembaca untuk menanggulangi masalah kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan. 

Program-program besarnya antara lain operasi katarak untuk 10.000 warga tidak mampu, pembangunan sarana fisik pendidikan, pembangunan fasilitas sanitasi dan sebagainya. 

Awalnya, penggalangan dana DKK melalui Dompet Kemanusiaan Kompas yang berada di bawah naungan Harian Kompas. 

Para relawannya meliputi wartawan dan karyawan Harian Kompas dari berbagai divisi.

Pada perkembangan selanjutnya, penggalangan dana juga dilakukan oleh unit usaha lain di bawah Kompas Gramedia seperti KompasTV, penerbit Gramedia Pustaka Utama, dan Universitas Multimedia Nusantara. 

Para relawannya kini tidak hanya sebatas karyawan Harian Kompas tetapi juga karyawan-karyawan dari berbagai unit usaha Kompas Gramedia yang tergabung dalam Forum Komunikasi Daerah (FKD). 

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x