JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, pemerintah belum menyiapkan skema ganti rugi untuk peternak yang hewan ternaknya mati akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada tahun ini.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Agung Suganda mengatakan, ganti rugi belum disiapkan lantaran status PMK saat ini di Indonesia adalah "tertular," berbeda dengan situasi pada tahun 2022.
Ia menuturkan, merebaknya kasus PMK sejak akhir 2024 mulanya disebabkan oleh kepanikan dari para peternak kala ternaknya terjangkit penyakit.
Alih-alih melakukan isolasi dan pengobatan, ternak yang sakit justru dijual ke pasar hewan, sehingga mempercepat penyebaran virus PMK.
Baca Juga: Wabah PMK Merebak di Kediri dan Pacitan, Aktivitas Sejumlah Pasar Hewan Ditutup
"Belum ada skema untuk itu (ganti rugi) karena memang kondisinya status kita adalah status tertular. Jadi, beda dengan pada kondisi PMK tahun 2022 dari kondisi bebas kemudian ada wabah," kata Agung di Yogyakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (12/1/2025).
Ia menjelaskan, jumlah ternak yang mati pada 2022 sangat tinggi dibanding saat ini. Sehingga saat itu pemerintah menyediakan ganti rugi sebagai pengganti pemotongan paksa untuk setiap ternak yang sudah tidak bisa tertolong.
"Untuk tahun ini karena memang bukan wabah, kemudian juga kami melihat kematian secara nasional juga tidak terlalu banyak, sehingga sampai saat ini belum ada alokasi untuk ganti rugi," ujarnya.
Agung menyebut saat ini kasus PMK sedang dalam tren penurunan. Oleh karena itu pemerintah lebih berfokus untuk penyediaan dan distribusi vaksin, obat, vitamin, dan desinfektan guna mencegah penyebaran lebih lanjut.
Baca Juga: Kementan Minta Peternak Siaga Wabah Penyakit Mulut dan Kuku pada Sapi, Puncaknya Maret 2025
Ada 4 juta dosis vaksin PMK yang akan didistribusikan ke daerah-daerah berisiko tinggi, termasuk Jawa Tengah dan DIY.
Kementan juga telah memetakan wilayah penanganan PMK dalam tiga zona, yakni zona merah atau wilayah kasus kategori tinggi meliputi Provinsi Lampung, Pulau Jawa, Bali, dan NTB.
Berikutnya, zona kuning ( kasus sedang-tinggi) meliputi Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi, dan zona hijau (bebas kasus) mencakup NTT, Pulau Maluku, dan Pulau Papua.
"Saya pikir para peternak kita juga sudah punya pengalaman sebetulnya terkait dengan kasus PMK yang terjadi di tahun 2022, yang penting tidak boleh panik," ucapnya.
Baca Juga: Zulhas Ungkap Prabowo Akan Tambah Anggaran Makan Bergizi Gratis jadi Rp140 Triliun
Para peternak diminta untuk tidak menjual ternak yang sakit karena dapat mempercepat penyebaran PMK.
Jika ada ternak yang sakit, harus segera dilaporkan sehingga mendapatkan penanganan cepat dari instansi terkait baik di level provinsi maupun kabupaten/kota bersama perguruan tinggi dan stakeholder lainnya.
Kementan membentuk Satuan Tugas (Satgas) PMK Nasional sebagai langkah strategis mengendalikan penyebaran wabah PMK yang menyerang hewan ternak di Indonesia.
"Satgas ini untuk menjamin kolaborasi dan sinergi dalam rangka orkestrasi pengendalian PMK sampai ke tingkat daerah," sebutnya.
Satgas tersebut melibatkan sejumlah asosiasi peternak dan asosiasi profesi seperti Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) serta Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.