JAKARTA, KOMPAS.TV – Dewan Pengurus Transparency Internasional Indonesia (TII) Bivitri Susanti, berpendapat, semua pihak harus obyektif menanggapi nominator tokoh korup versi OCCRP.
Bivitri mengatakan, OCCRP merupakan jaringan besar dari orang-orang atau jurnalis yang melakukan investigasi, sehingga sangat lazim merilis hasil investigasi mereka.
“Pertama, saya mau katakan begini dulu, kita ini jangan buruk muka cermin dibelah begitu ya,” ucapnya dalam dialog Kompas Petang di Kompas TV, Rabu (1/1/2025).
“Kalau misalnya mau dilihat (OCCRP) mau menghancurkan tokoh segala macam, coba saja kita lihat apakah Bashar Al Asad itu mau kita anggap sebagai tokoh bangsanya sendiri, sementara dia sudah diusir keluar dan punya catatan kelam yang luar biasa.”
Baca Juga: Daftar Donor OCCRP, Lembaga Jurnalis yang Nobatkan Jokowi sebagai Finalis Tokoh Terkorup 2024
Dalam menanggapi laporan investigasi semacam itu, kata Bivitri, ada dua hal yang harus dilihat, yakni metodologi dan kredibilitas lembaga atau organisasi yang bersangkutan.
“Dari sisi metodologi, kalau memang diakui salah, silakan dibongkar metodologinya. Tapi juga tidak tepat untuk meletakkan sebuah hasil jurnalisme investigatif dengan kerangka hukum pidana.”
Sebab, lanjut Bivitri, semua pihak harus memahami bahwa kjerja-kerja jurnalisme justru untuk melaporkan hal-hal yang tidak dapat diurai oleh sebuah sistem hukum yang korup.
“Makanya jurnalis biasanya jadi pegangan untuk masyarakat sipil.”
“Kedua, dari sisi siapakah mereka di balik itu. Saya kira dari website-nya (OCCRP) sudah cukup jelas, bahwa dari segi kredibilitas mereka memang latar belakangnya adalah jurnalis investigasi semua, dan kita bisa lacak bahkan seterang-terangnya bagaimana organisasi mereka, bagaimana pendanaannya,” bebernya.
Saat ditanya pendapatnya tentang tanggapan Jokowi yang menyebut bahwa itu adalah upaya framing jahat terhadap dirinya, Bivitri menilai itu adalah upaya defensif.
“Kalau Pak Jokowi yang ditanya, ya pasti ya. Siapa pun yang ditanya ‘Ada yang bilang kamu jelek lho’, tentu dia akan membalasnya dengan defensif duluan.”
“Sekali lagi saya mengingatkan semuanya, termasuk Pak Jokowi, termasuk Pak Noel (Immanuel Ebenezer), bahwa melihat reporting dari jurnalis seperti ini tidak boleh pakai kerangka hukum pidana, ‘Belum pernah itu ada putusan pengadilannya’,” bebernya.
Ia mencontohkan sejumlah pemimpin atau kepala negara yang menjadi obyek investigasi media dan memang tidak ada putusan pengadilan bahwa yang bersangkutan korup atau bersalah.
“Jadi jangan langsung (bilang), ‘Wah nggak bisa, ini pasti dari intelijen mau menghancurkan Indonesia’, saya kira itu buruk muka cermin dibelah,” ulangnya.
Baca Juga: Jokowi Jadi Finalis Tokoh Terkorup 2024 Versi OCCRP, Immanuel Ebenezer Curiga Propaganda
“Jadi, terlalu nasionalistik, sehingga tdak bisa obyektif melihat situasi dalam sebuah negara hukum yang memang lagi rusak.”
Sebelumnya, dalam dialog yang sama, Ketua Umum Jokowi Mania atau Joman, Immanuel Ebenezer, mengaku curiga masuknya nama Joko Widodo (Jokowi) sebaga nominator tokoh terkorup versi OCCRP, merupakan propaganda untuk menghancurkan tokoh bangsa.
Awalnya ia mempertanyakan dari mana OCCRP mengambil kesimpulan tentang tokoh terkorup, karena belum ada proses peradilan.
“Pertama gini, temuan apa yang menjadi dasar ketka OCCRP ini mengambil sebuah kesimpulan bahwa Pak Jokowi ini tokoh terkorup, sedangkan proses peradilan belum ada,” ucap Noel.
“Lantas kemudian sudah merilis bahkan memframing seakan-akan Pak Jokowi ini tokoh paling korup sedunia. Menurut saya ini bukan sebuah sikap yang terhormat dari sebuah lembaga investigasi.”
Pria yang juga Wakil Menteri Tenaga Kerja itu kemudian menyampaikan kecurigaannya bahwa masuknya nama Jokowi tersebut merupakan propaganda.
“Makanya jujur saya curiga, jangan-jangan ini sengaja proxy intelijen yang melakukan propaganda yang ingin menghancurkan tokoh-tokoh bangsa ini yang dicintai oleh rakyatnya.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.