Penembakan itu disebutnya juga bukan dalam pembelaan diri (self-defense), karena RZ tidak sedang menjalankan tugas dan tidak dalam posisi terancam.
“Tidak dalam menjalankan perintah undang-undang, Sdr. RZ tidak sedang menjalankan perintah undang-undang untuk menembak tiga korban tersebut,” katanya.
Penembakan tersebut, lanjut Uli, juga merupakan pelanggaran Hak atas Perlindungan Anak (Pasal 52 ayat (1) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).
Sebab, ketiga korban, yakni GRO, S, dan A statusnya adalah anak di bawah umur.
“Sdr. RZ sebagai aparatur negara (anggota Polri) seharusnya tidak melakukan penembakan terhadap anak-anak tersebut, dan kepolisian dilarang untuk menggunakan senjata api ketika berhadapan dengan anak-anak,” ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut, Komnas HAM merekomendasikan pada Kapolda Jawa Tengah untuk melakukan penegakan hukum secara adil, tranparan, dan imparsial. Baik etika, disiplin, dan pidana kepada RZ.
Melakukan evaluasi secara berkala atas penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian di lingkungan Polda Jawa Tengah, termasuk assesment psikologi secara berkala.
Baca Juga: Tak Ikut RDP DPR, Keluarga Siswa SMK Ditembak Polisi Kecewa
“Memberikan evaluasi pemahaman dan atau pengetahuan anggota polisi di lingkup Polda Jawa Tengah mengenai Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, khususnya untuk polisi tingkat Bintara,” bebernya.
Komnas HAM juga mengimbau agar Polda Jateng melakukan penegakan hukum terhadap kasus tawuran secara humanis.
“Melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga negara lain di tingkat provinsi untuk mengatasi permasalahan tawuran di wilayah hukum Polda Jawa Tengah,” ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.