Kompas TV nasional peristiwa

Logo dan Tema HUT ke-53 KORPRI pada 29 November 2024, Ini Sejarahnya

Kompas.tv - 28 November 2024, 12:59 WIB
logo-dan-tema-hut-ke-53-korpri-pada-29-november-2024-ini-sejarahnya
Logo Hari KORPRI 2024. (Sumber: bkd.jatimprov.go.id)
Penulis : Dian Nita | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari Ulang Tahun (HUT) ke-53 Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) akan diperingati pada 29 November 2024.

Puncak acara HUT ke-53 KORPRI akan dilaksanakan di Britama Mahaka Square, Jakarta Utara, Jumat (29/11/2024).

Dilansir laman resminya, puncak acara Hari KORPRI 2024 dapat dihadiri oleh Presiden RI selaku Penasihat Nasional KORPRI dan akan diikuti oleh lebih dari 6.500 anggota KORPRI.

Tema Hari KORPRI 2024

Tema Hari KORPRI 2024 yaitu “KORPRI untuk Indonesia” yang dimaknai bahwa aparatur sipil negara (ASN) di seluruh Indonesia, baik di Pusat dan Pemerintah Daerah, hadir demi memperkokoh persatuan dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Daftar Peringatan Hari Nasional dan Internasional Desember 2024, Beserta Tanggal Merahnya

Para anggota KORPRI diharapkan lebih bersemangat dalam bekerja dan berkontribusi melayani kepentingan publik dan mewujudkan fungsinya sebagai perekat persatuan bangsa sehingga mewarnai proses pembangunan nasional.

Logo HUT ke-53 KORPRI dapat diunduh di sini.

Sejarah Hari KORPRI

KORPRI adalah organisasi profesi yang beranggotakan seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik dari departemen maupun lembaga pemerintah non-departemen. 

Hari peringatan HUT KORPRI sesuai dengan tanggal berdirinya KORPRI pada tanggal 29 November 1971. Hal ini berdasarkan Keppres Nomor 82 Tahun 1971.

Organisasi ini dibentuk untuk meningkatkan kinerja, pengabdian, dan netralitas PNS, sehingga dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, mereka dapat lebih berdayaguna dan berhasil guna.

Dilansir laman korpri.go.id, latar belakang sejarah Korpri sangat panjang. Pada masa penjajahan kolonial Belanda, banyak pegawai pemerintah Hindia Belanda yang berasal dari kaum bumi putera, dan kedudukan mereka berada pada kelas bawah, karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajah semata.

Ketika kekuasaan Belanda beralih kepada Jepang, seluruh pegawai pemerintah eks-Hindia Belanda secara otomatis dipekerjakan oleh pemerintah Jepang.

Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pada saat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia. 

Baca Juga: Apakah 27 Desember Cuti Bersama? Simak Jadwal Libur Natal 2024 menurut SKB 3 Menteri

Pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar: pertama, Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI; kedua, Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non-Kolaborator); dan ketiga, pegawai pemerintah yang bersedia bekerja sama dengan Belanda (Kolaborator).

Setelah pengakuan kedaulatan RI pada 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non-Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI Serikat.

Era Republik Indonesia Serikat (RIS) yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer, ditandai dengan jatuh bangunnya kabinet.

Sistem ketatanegaraan menganut sistem multipartai, di mana para politisi dan tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, termasuk memimpin berbagai departemen dan menyeleksi pegawai negeri. 

Dominasi partai dalam pemerintahan terbukti mengganggu pelayanan publik, di mana PNS menjadi alat politik partai dan terkotak-kotak. Penilaian prestasi atau karir pegawai negeri yang fair dan sehat hampir diabaikan, dan kenaikan pangkat PNS sering kali ditentukan oleh loyalitas kepada partai atau pimpinan departemen.

Kondisi ini berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan Dekrit Presiden ini, sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensial berdasar UUD 1945.

Era ini dikenal dengan masa Demokrasi Terpimpin, di mana sistem politik dan ketatanegaraan diwarnai oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme). 

Dalam kondisi ini, berbagai upaya dilakukan agar pegawai negeri tetap netral dari kekuasaan partai-partai yang berkuasa.

Melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961, ditetapkan bahwa bagi golongan pegawai dan/atau jabatan tertentu yang memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik (Pasal 10 ayat 3).

Ketentuan ini diharapkan diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya, tetapi PP tersebut tidak kunjung dikeluarkan.

Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan upaya kudeta oleh PKI melalui G-30S. Banyak pegawai pemerintah yang terjebak dan mendukung Partai Komunis. 

Pada awal era Orde Baru, penataan kembali pegawai negeri dilakukan dengan munculnya Keppres RI Nomor 82 Tahun 1971 tentang KORPRI. 

Berdasarkan Kepres yang tertanggal 29 November 1971, tujuan pembentukan KORPRI adalah agar PNS ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI.


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x