YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Wangi aroma kue yang menggugah selera, tercium jelas dari halaman rumah Ida Irianti (45) di kawasan Kotagede, Yogyakarta, tempatnya membuka usaha kuliner.
Ida adalah seorang mantan karyawati salah satu perusahaan swasta. Ia terdampak sekaligus mendapat berkah dari pandemi Covid-19 pada awal tahun 2020 lalu. Saat itu, kontrak kerjanya tidak diperpanjang.
Pagi itu, Jumat (8/11/2024), seperti biasa, ia berkutat dengan tepung dan beragam bahan pembuat kue. Beberapa pelanggan terlihat mengantre di depan etalase di paviliun rumahnya.
Seorang pemuda ramah menyapa. Ia melayani para pelanggan dengan menanyakan kue yang diinginkan, kemudian menyiapkannya dalam dus.
Di ruangan lain, tepat di sebelah outlet penjualan, empat perempuan berhijab terlihat sibuk dengan adonan kue. Jemari mereka lincah membentuk adonan tepung berbentuk kotak dan oval. Adonan lalu disusun di atas loyang aluminium.
Sementara di outlet yang sekaligus menjadi tempat pemanggangan, seorang pemuda beberapa kali membuka pintu oven.
Baca Juga: Peringati HUT ke-47, BPJS Ketenagakerjaan Gelar Lomba Tulis Jurnalistik, Total Hadiah Rp90 Juta
Ia memasukkan tangannya yang berbalut sarung tangan anti panas ke dalam oven, lalu mengeluarkan loyang berisi kue yang sudah matang. Kemudian, ia berjalan ke ruangan sebelah untuk mengambil kue siap panggang.
Hanya beberapa meter dari pintu outlet, seorang perempuan berhijab tampak berbincang santai dengan Ida.
Perempuan itu adalah petugas yang akan melakukan pendampingan sertifikasi halal untuk roti dan kue buatan Ida.
Beberapa menit berselang, setelah proses pendataan selesai, petugas perempuan itu pamit.
Ida pun menceritakan awal dirinya menjadi wirausahawan di bidang kuliner. Usaha pembuatan kue tersebut ia mulai pada awal tahun 2020, setelah kontrak kerjanya berakhir di salah satu perusahaan penyedia layanan telekomunikasi.
“Awalnya itu karena pas habis project, kontak kerja, dan bertepatan dengan pandemi. Saat itu cari kerja susah, udah ngelamar ke beberapa perusahaan tapi belum rezekinya,” ucapnya mengenang.
Sambil melamar pekerjaan di tempat lain, Ida pun mencoba memperdalam pengetahuannya dalam membuat kue. Ia mencari sejumlah resep masakan, mulai dari roti manis, pai, hingga akhirnya menemukan resep bolen.
Tak puas belajar secara otodidak, ia pun mengikuti kursus pembuatan kue bolen. Dalam pikirannya saat itu, Ida berniat memproduksi kue dan menitipkannya di pasar atau penjual jajanan.
Namun, setelah berulang kali berpikir, ia mengurungkan niatnya menitipkan kue buatannya di pedagang jajanan.
“Sekitar dua bulan saya belajar bikin bolen. Kebetulan putus kontrak itu Desember (2019) akhir, di salah satu (perusahaan) provider (telekomunikasi).”
“Awalnya setelah bikin bolen, pemasarannya masih di sekitar kanan kiri, tetangga, saudara, terus dibantu sama tetangga yang biasa jadi reseller. Soalnya belum ada reseller bolen, adanya kan frozen food,” tuturnya.
Seiring dengan upayanya mencari pekerjaan baru dan membuat kue, Ida yang merupakan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) ini pun mencairkan saldonya.
Sebagian dari saldo yang ia cairkan tersebut digunakan untuk mendukung usaha barunya. Ia membeli oven baru sebagai pengganti oven lamanya.
“Jadi waktu putus kontrak, terus saya sambil jalan mencairkan BPJS Tenaga Kerja. Awalnya kan saya pakai oven tangkring, akhirnya setelah pencairan BPJS, buat beli oven gas,” tuturnya.
Dari situ, usaha pembuatan kue miliknya terus berkembang, dari yang awalnya hanya memproduksi bolen, kini ia juga memproduksi beberapa jenis kue lain.
Bahkan, yang awalnya ia berani menerima pesanan kue kering untuk Lebaran, pada Hari Raya Idulfitri lalu ia hanya berani menjual kue kering yang sudah ada, alias tidak bisa lagi menerima pesanan karena keterbatasan waktu.
Ida juga mengaku merasakan manfaat dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Meski demikian, ia belum mengetahui bahwa dirinya masih bisa kembali menjadi peserta BPJS TK secara mandiri atau bukan penerima upah (BPU).
“Saya malah belum tahu kalau bisa daftar mandiri. Soalnya terakhir cuma pencairan setelah putus kontrak dan masih ada dana pensiun yang bisa dicairkan setelah umur 50 sekian tahun,” ucapnya.
Namun, ia berencana mencari tahu tentang program kepesertaan BPJS TK secara mandiri tersebut. Terlebih, saat ini usahanya cukup berkembang.
Baca Juga: Manfaat BPJS Ketenagakerjaan, Kang DS Bakal Menambah Jaminan Hari Tua
“Dulu pemasaran juga lewat Whatsapp story, berdasarkan kontak teman. Habis itu dibantu tetangga, terus ada juga adik-adik saya, kan ada yang kayak food vlogger gitu. Ikut masarin, terus kita juga bikin IG (Instagram) Bolenkage.”
Seiring bertambahnya pelanggan, tuntutan terhadap kualitas kue buatannya pun meningkat. Beberapa bahkan menanyakan tentang sertifikasi halal.
Meski seluruh bahan yang ia gunakan sudah mencantumkan logo halal, beberapa konsumennya masih mempertanyakan.
“Akhirnya pas ada yang survei ke sini, kita dapat pelatihan gratis. Awalnya kan kita mau mengajukan, tapi takutnya per pengajuan ada biaya sekian juta, katanya mahal,” kata Ida.
“Akhirnya ada yang survei ke sini, dia kasih tahu bahwa bisa ikut pelatihan sertifikasi halal dan pengajuannya gratis. Alhamdulillah, saya semuanya gratis.”
Terpisah, Muhammad Febrian selaku Pengendali Operasional BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta, menjelaskan program kepesertaan BPU.
Saat ditemui di kantornya, Senin (11/11/2024), Febri, sapaan akrabnya, menyebut iuran bulanan untuk peserta mandiri mulai dari Rp16.800.
“Untuk kepesertaan mandiri itu program dasar kita ada dua, yaitu JKK dan JKM, iurannya mulai Rp16.800. Kalau peserta ada kemampuan lebih, ikut tiga program juga bisa dengan tambahan Rp20 ribu,” ucapnya.
Tiga program tersebut adalah JKK atau jaminan kecelakaan kerja, JKM atau jaminan kematian, dan JHT atau jaminan hari tua.
Iuran untuk BPU dihitung berdasarkan upah yang dilaporkan. Pihaknya menetapkan iuran mulai Rp16.800 berdasarkan upah dasar sebesar Rp1 juta atau dua persen dari JHT.
Pihaknya juga memberikan kemudahan bagi calon peserta BPJS TK untuk mendaftar secara dalam jaringan (daring) atau online, melalui aplikasi JMO Mobile, sehingga mereka tidak harus datang ke Kantor BPJS TK.
“Sebenarnya untuk program mandiri itu cukup dua program, dan si peserta ini apabila punya karyawan juga bisa mendaftarkan melalui aplikasi JMO Mobile, nggak harus ke kantor BPJS Ketenagakerjaan.”
“Jadi di aplikasi itu bisa untuk pendaftaran peserta, pengajuan klaim, pengecekan saldo, dan informasi lainnya,” imbuhnya.
Ia kemudian merinci manfaat untuk peserta masing-masing program. Peserta program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), kata Febri, akan mendapatkan manfaat berupa pengobatan tanpa batas atau unlimited jika mengalami kecelakaan kerja.
Sementara, untuk peserta Program JKM, mendapatkan manfaat berupa santunan kematian yang akan diterima oleh wahli waris.
“Kalau JHT itu jaminan hari tua, itu maksimal di 56 tahun dan pengajuan klaimnya juga bisa melalui aplikasi JMO kalau saldonya maksimal Rp10 juta,” jelasnya.
Tetapi, jika saldo yang dimiliki oleh peserta lebih besar dari Rp10 juta, mereka bisa mencairkannya dengan mendatangi kantor BPJS TK atau secara online melalui Lapak Asyik.
“Pencairan juga bisa dilakukan kalau si peserta tidak mempunyai penghasilan lagi atau tidak bekerja kembali, itu bisa langsung dicairkan,” tegasnya.
Sementara, Penata Pengendali Operasional BPJS TK Yogyakarta, Hardianto Wicaksono, menambahkan, program mandiri atau BPU tersebut khusus untuk pekerja non-penerima upah.
“Progam mandiri itu kan selagi dia mempunyai usaha. Misalnya kapan pun dia membutuhkan, bisa diambil saldonya,” tuturnya.
Pemilik usaha yang memiliki karyawan tetap maupun paruh waktu juga bisa mendaftarkan mereka secara mandiri melalui fitur Sertakan atau Sejahterakan Pekerja Sekitar Anda di aplikasi JMO Mobile.
“Kalau sudah mempunyai karyawan, misalnya freelance begitu, bisa didaftarkan juga secara mandiri lewat aplikasi JMO, di situ ada juga fitur Sertakan,” pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.