Baca Juga: Respons Kaesang Klarifikasi Jet ke KPK, Jokowi: Semua Warga Negara Sama di Mata Hukum
"Pada 6 Maret 2019, YCP dan DNS melakukan penandatanganan Perjanjian Pendahuluan tentang Perjanjian KSO Proyek Tanah Rorotan antara PPSJ dengan PT TEP," tegasnya.
"Dalam surat perjanjian tersebut, PT TEP mengaku sebagai pemilik sah dan berhak sepenuhnya atas enam bidang tanah seluas 11,7 Ha. Padahal, PT TEP mengetahui saat itu keenam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT TEP," sambungnya.
Asep mengatakan pada periode awal Maret 2019, PPSJ membayar kepada PT TEP uang muka dengan nilai total sebesar Rp30 miliar atas Perjanjian KSO ini.
Namun, karena tidak mendapat persetujuan Dewan Pengawas PPSJ, perjanjian KSO ini kemudian dibatalkan dan uang muka dikembalikan oleh PT TEP kepada PPSJ.
"Saudara YCP kemudian memerintahkan agar transaksi tersebut diubah dari skema KSO menjadi skema beli putus tanah tanpa melakukan proses beli putus tanah dari awal sesuai dengan ketentuan yang berlaku di PPSJ," ungkapnya.
"Pembayaran uang muka Tahap 1 KSO sebesar Rp20.000.000.000 pada 6 Maret 2019 dan pelunasan tahap I sebesar Rp10.000.000.000 pada 8 Maret 2019 tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Asep.
Pada akhir bulan Maret 2019, YCP dan DNS melakukan penandatanganan enam Akta PPJB atas enam bidang tanah Rorotan antara PPSJ dan PT TEP
Asep menyebut PPSJ juga membayar uang muka pembelian tanah kepada PT TEP sebesar Rp150 miliar walaupun saat itu PT TEP belum melunasi kewajiban pembayaran tanah kepada PT NKRE.
Baca Juga: Update Kasus Suap Dana Hibah Jatim: KPK Periksa 14 Saksi
Kemudian pada periode April-September 2019, PPSJ telah melakukan beberapa kali pembayaran senilai Rp201 miliar kepada PT TEP.
Dengan demikian, total pembayaran untuk tanah seluas 11,7 Ha dari PPSJ kepada PT TEP Rp351 miliar.
Pada 22 Februari 2021, PPSJ melakukan pelunasan atas penambahan luas tanah Rorotan dengan membayar Rp14 miliar kepada PT TEP, sehingga total uang pembayaran yang telah dikeluarkan PPSJ kepada PT TEP untuk pembelian tanah Rorotan seluas 12,3 Ha (11,7 Ha luas awal ditambah 0,6 Ha penambahan luas pasca pengukuran ulang) adalah Rp370 miliar.
"Pada 23 Februari 2021, baru dilakukan penandatanganan enam AJB antara PT TEP dengan PPSJ untuk jual beli tanah Rorotan, seluas total 12,3 Ha," jelasnya.
Selanjutnya, kata Asep, YCP menentukan lokasi lahan Rorotan yang akan dibeli secara sepihak tanpa didahului kajian teknis yang komprehensif meskipun kondisi lahan berawa dan membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar.
Selain itu, kondisi lahan tidak memenuhi kriteria teknis lahan Rumah Susun Sederhana (Rusuna) sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 3 Pergub DKI Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pembangunan Rusuna.
"Penentuan beli putus untuk beli tanah oleh YCP tadi tanpa melalui kajian," kata Asep.
Ia menyebut memo intern penyampaian laporan penilaian atas penawaran lokasi Jalan Rorotan-Marunda 11,7 Ha dibuat bertanggal mundur (backdate) oleh pegawai PPSJ atas perintah YCP.
"Memo intern bertanggal 21 Februari 2019 yang merupakan memo penyampaian laporan gabungan kajian evaluasi proposal penawaran dan hasil survei fisik, kajian analisa pasar pesaing, dan kajian analisa finansial/hitungan kelayakan, secara aktual baru dibuat 27 Maret oleh Maulina Wulansari, " jelasnya.
Penanggalan mundur tersebut, lanjutnya, diduga untuk menjustifikasi atau mendukung keputusan sepihak dan subjektif YCP dalam pembelian tanah dan mengesankan seolah-olah proses investasi atau pengadaan berjalan sesuai prosedur atau ketentuan yang berlaku.
Penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan lahan Jalan Rorotan-Marunda 11,7 Ha yang dilakukan YCP diduga dipengaruhi dan terkait penerimaan fasilitas dari PT TEP.
"YCP diduga menerima valas dalam denominasi SGD sejumlah Rp3 miliar dari PT TTEP. Selain itu, saudara YCP juga diketahui mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT TEP," ujar Asep.
"Pembelian aset YCP berupa 1 rumah dan 1 unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi EKW dan sumber dana berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut," sambungnya.
Asep mengatakan terdapat kerugian negara/daerah setidaknya sebesar Rp223 miliar atau tepatnya Rp223.852.761.192 yang diakibatkan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada tahun 2019-2021.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.