Setelah peristiwa itu berlalu, Agung sudah mengubur dendam pada para pelaku meski luka masih tersisa di tubuhnya. Bahkan Agung yang kini bertugas menjaga tahahan, termasuk tahanan kasus teror, sering mengantar para pelaku itu ke rumah sakit untuk berobat.
"Kalau saya dendam, bisa aja saya pukuli," katanya. Nyatanya hal itu tidak dia lakukan.
Begitu pula yang menimpa Susi Alfitriani. Perempuan perantauan asal Brebes, Jawa Tengah, itu tak menyangka upaya mengubah nasibnya di ibu kota justeru harus mengalami peristiwa bom Kampung Melayu.
Pipit, panggilannya, kala itu sedang mencari tiket pulang ke kampung halamannya. Setelah keluar dari minimarket, dia mendengar ledakan yang sangat dahsyat.
"Suaranya seperti ledakan bom di telinga saya," ujarnya.
Sesaat dia hanya berdiri dengan asap yang mengepul di sekitarnya. Dia awalnya menduga dunia sedang kiamat.
Baca Juga: Israel Diduga Pakai Bom AS untuk Bantai 100 Orang di Sekolah Gaza, Washington Dinilai Bersandiwara
Namun, tak lama dia menyadari bahwa dirinya berada di dekat pusat ledakan. Beberapa orang menolongnya ke rumah sakit terdekat menggunakan angkutan kota. Tanpa keluarga yang hadir, untuk beberapa saat Pipit hanya tergelatak di rumah sakit.
Beruntung sebagian temannya menemukan dia dan segera menandatangani berkas yang perlu. Pipit pun akhirnya menjalani operasi di bagian tangan kanan yang dagingnya robek terkena pecahan gotri.
Pipit yang kala itu sedang kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta sekaligus menjadi baby sitter, menyadari sudah menjadi korban bom. Dengan mata berkaca-kaca, dia yang berasal dari keluarga kurang mampu itu, kini sudah tidak lagi memendam dendam.
"Tapi jangan sampai ada lagi bom. Apa yang menimpa saya, tidak menimpa yang lain," ucapnya dengan nada bergetar.
Pipit kini sudah dikaruni anak perempuan. Dia berharap anak perempuannya menjadi pengganti "tangan kanan"nya yang kini tidak bisa bergerak sempurna.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.