JAKARTA, KOMPAS.TV – Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari berpendapat, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan sebagian gugatan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ada kaitannya dengan kekuasan keluarga tertentu.
Pendapat Feri tersebut ia sampaikan dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (14/8/2024).
Menurutnya korelasi dari putusan itu sangat politis.
“Kita tahulah ini korelasinya sangat politis dan kita tahu kaitannya dengan peran dan kekuasaan keluarga tertentu, dan Pak Anwar Usman bagian dari keluarga itu,” jelasnya.
Baca Juga: PTUN Kabulkan Sebagian Gugatan Anwar Usman, Ada Unsur Politis di Putusan Ini?
Feri menyebut, ada upaya untuk mengembalikan dominasi keluarga tertentu dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi.
“Hari ini upaya mengembalikan dominasi keluarga dalam proses persidangan di MK hendak dilakukan,” tegasnya.
“Apalagi menuju proses pilkada ke depannya, di mana keluarga Pak Anwar Usman terlihat dalam proses pemilukada di berbagai daerah,” imbuhnya.
Saat ditanya siapa pihak yang paling diuntungkan dari putusan tersebut, ia dengan tegas menyebut bahwa keluarga Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) yang akan bertarung di pilkada, jika kemudian peran Anwar Usman dikembalikan di MK.
“Yang paling diuntungkan adalah keluarga Presiden Jokowi yang sedang akan bertarung dalam pilkada, jika kemudian peran Pak Anwar Usman dikembalikan di Mahkamah Konstitusi,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Feri juga menegaskan, putusan PTUN Jakarta tersebut belum inkracht atau belum berkekuatan hukum tetap.
Artinya, Suhartoyo selaku Ketua MK masih akan menjalankan tugasnya.
“Dengan diajukannya banding, ini putusan belum berkekuatan hukum tetap, sehingga dengan sendirinya Pak Suhartoyo masih menjadi Ketua MK dan akan menjalankan tugas-tugas birokrasi administratif yang menjadi tanggung jawab Ketua MK,” bebernya.
“Kedua, kalau bicara peluang, jika hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara paham betul konsep hukum administrasi negara, saya pikir tentu akan ada putusan yang berbeda,” imbuhnya.
Hakim PTTUN disebutnya akan memperbaiki putusan pengadilan di bawahnya.
Ia kemudian menjelaskan, puncak kekuasan kehakiman di Indonesia itu dua.
Satu berada di bawah Mahkamah Agung, sementara satu lainya di bawah Mahkamah Konstitusi.
“Mahkamah Agung punya lingkungan peradilan, salah satunya adalah PTUN, dan Mahkamah Konstitusi tidak membawahi apa pun,” ujarnya.
Baca Juga: Akademisi Sebut Putusan PTUN Jakarta yang Kabulkan Gugatan Anwar Usman Menambah Barisan Kejanggalan
“Jadi sangat janggal rasanya kalau apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi hendak dikelola atau diputuskan di pengadilan yang berada di lingkungan Mahkamah Agung, padahal mereka adalah puncak kekuasan kehakiman yang berbeda,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kompas.TV memberitakan, PTUN Jakarta mengabulkan sebagian gugatan Anwar Usman tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK.
"Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian," demikian petikan putusan PTUN tersebut, seperti dikutip Tribunnews.com.
Dalam putusannya, PTUN menyatakan, keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK masa jabatan 2023-2028 batal atau tidak sah.
PTUN Jakarta juga mengabulkan gugatan Anwar agar harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi dipulihkan seperti semula.
Namun, PTUN Jakarta tidak mengabulkan permohonan Anwar Usman untuk dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028 seperti semula.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.