Bung Hatta tetap pada pendiriannya. Beliau tetap ingin agar "Alam Pikiran Yunani" menjadi maskawin pernikahannya.
Dia memandang maskawin berupa buku hasil pemikirannya sendiri lebih berharga daripada emas atau barang mewah apa pun.
Dikutip dari situs museum kepresidenan, ibu Rahmi ternyata tidak mempermasalahkannya dan senang menerima "Alam Pikiran Yunani" sebagai maskawin dari Bung Hatta.
Baca Juga: [FULL] Di Rumah Bung Hatta, Masyarakat Antropologi Serukan Prihatin pada Demokrasi Indonesia
Benar saja, buku yang tidak terlalu tebal itu kemudian selama bertahun-tahun menjadi bahan kuliah di beberapa universitas di tanah air.
Bahkan, guru besar ilmu politik Universitas Indonesia, Miriam Budiarjo, mengakui buku tersebut menjadi bahan bacaan dalam mata kuliah Pemikiran Politik Barat yang dia ampu.
Miriam bahkan mengaku mendapat kehormatan saat diminta langsung oleh Bung Hatta untuk memberi kata pengantar edisi cetak ulang buku tersebut pada tahun 1980.
"Saya mendapat kehormatan besar ketika kepada saya disampaikan permintaan dari Bung Hatta untuk menuliskan suatu Prakata pada tiga jilid Alam Pikiran Yunani yang akan diterbitkan kembali dalam satu buku, dan dengan ejaan yang baru," kata Miriam yang meninggal dunia pada 8 Januari 2007 silam.
Bagi Hatta, membaca dan menulis buku adalah semacam ibadah yang tidak boleh dilewatkan.
Tak peduli jabatan sudah tidak dia pegang lagi, ketekunan pada membaca dan menulis terus berjalan seiring berlalunya zaman.
Hatta sudah menulis sejak usia 16 tahun (tahun 1918) dan terus menulis hingga beberapa bulan menjelang wafat dalam usia 77 tahun pada 14 Maret 1980.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.