JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan mengatakan La Nina belum menunjukkan eksistensinya di Indonesia pada Juli 2024.
Kendati demikian, dampak La Nina sudah dirasakan dan menyebabkan musim kemarau menjadi lebih pendek.
Eddy menyebut La Nina akan mencapai puncak pada Oktober atau November 2024 mendatang.
Adapun La Nina diprediksi berlangsung hingga akhir Februari atau awal Maret 2025.
"Kita sekarang merasakan langit sering mendung dan turun hujan gerimis," ujar Eddy, Selasa (9/7/2024), dikutip dari Antara.
Baca Juga: Daftar Wilayah yang Diprediksi Hujan Lebat Disertai Petir dan Angin Kencang 11-12 Juli 2024
Fenomena La Nina adalah pola iklim berulang yang melibatkan perubahan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik.
Selama La Nina berlangsung, lanjutnya, suhu permukaan laut di sepanjang timur dan tengah Samudera Pasifik mengalami penurunan sebanyak 3 sampai 5 derajat Celcius dari suhu normal.
Suhu permukaan laut yang mendingin mengurangi pertumbuhan awan hujan di bagian timur dan tengah Samudera Pasifik, lalu meningkatkan curah hujan di wilayah khatulistiwa, terkhusus Indonesia.
Menurutnya, kemunculan La Nina membuat puncak musim kemarau di Indonesia yang terjadi pada Agustus dan September 2024 cenderung basah.
"Puncaknya kemarau pada Agustus dan September akan diimbangi dengan mulai menguatnya La Nina pada saat itu. Jadi, tidak ada efek kemarau yang panas," kata Eddy.
Lebih lanjut dia mengingatkan berbagai dampak yang timbul akibat fenomena La Nina berupa limpahan air berlebihan ke lahan-lahan pertanian.
Jika lahan pertanian terendam banjir bisa mempengaruhi angka produksi pangan.
Bahkan La Nina juga bisa membangkitkan awan-awan besar yang berpotensi mengganggu aktivitas penerbangan.
Baca Juga: Saksi Aep Menghilang Usai Pegi Bebas, Keluarga: Aep Sering Berpindah Tempat dan Merantau
"Banyak efek yang ditimbulkan. Kalau ingin bepergian harus bebas dari awan-awan besar karena La Nina menyebabkan awan-awan besar gagal meninggalkan Indonesia," ujar Eddy Hermawan
Di kesempatan lain, Eddy juga mengatakan, bahwa La Nina diprediksi berpotensi mengganggu sektor pariwisata.
"Wisata alam terbuka, seperti pantai, pegunungan, atau air terjun bisa terdampak akibat kemunculan La Nina," kata Eddy, Rabu (10/7).
Lebih lanjut Eddy memandang selama La Nina berlangsung industri pariwisata yang berada di Bali ataupun Lombok akan tertekan akibat penurunan kunjungan wisatawan.
Ketika musim hujan yang disertai lebih banyak badai, maka orang-orang cenderung menunda perjalanan wisata ke alam terbuka sampai kondisi cuaca dinyatakan tenang dan aman.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.