JAKARTA, KOMPAS.TV - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melontarkan pantun saat membuka sidang replik atau tanggapan atas nota pembelaan atau pleidoi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Pantun tersebut berisi sindiran terhadap SYL yang menangis saat membacakan nota pleidoinya.
"Kota Kupang Kota Balikpapan, sungguh indah dan menawan. Katanya pejuang dan pahlawan, dengar tuntutan nangis sesenggukan," kata Jaksa KPK Meyer Simanjuntak saat membacakan materi replik di Pengadilan Tindak Pidana Korupi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (8/7/2024).
Lebih lanjut, ia menyebut tangisan serta bahasa puitis SYL saat membacakan pleidoi tak akan menghapus pidana yang didakwakan penuntut umum.
"Drama pembelaan yang disampaikan oleh terdakwa, dengan bahasa yang puitis dan wajah yang menangis, tidaklah menghapus pidana yang didakwakan penuntut umum," tegasnya.
"Dan tidaklah membuat kita semua menjadi lupa akan fakta persidangan yang terang benderang, berisi perbuatan-perbuatan koruptif yang begitu merajalela yang dilakukan oleh terdakwa pada saat menjabat sebagai Menteri Pertanian."
Jaksa KPK pun menilai tuntutan pidana penjara selama 12 tahun untuk SYL sudah adil.
"Tuntutan 12 tahun penjara rasanya sudah adil dengan harapan dapat diterima oleh terdakwa dan terdakwa dapat bertaubat serta memperbaiki diri setelahnya," jelas Meyer.
"Namun justru terdakwa dan penasihat hukum meminta terdakwa dibebaskan dengan dalih perbuatan terdakwa adalah untuk kepentingan dinas dan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat."
Baca Juga: SYL Nangis di Sidang Pledoi: Rumah Masih Kebanjiran, Saya Nggak Biasa Disogok-Sogok Orang
Diberitakan sebelumnya, SYL sempat menangis terisak dalam sidang pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (5/7).
Momen tersebut terjadi saat SYL menceritakan rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan, yang masih sering kebanjiran.
“Rumah saya kalau banjir masih kebanjiran Bapak, yang di Makassar itu, saya tinggal di BTN,” ujar SYL terisak.
“Saya enggak bisa disogok-sogok orang, Yang Mulia, enggak biasa."
Ia mengaku tak pernah melakukan korupsi. Jika mau, kata SYL, dirinya bisa saja korupsi saat menjabat sebagai kepala daerah.
"Apabila saya memang berniat melakukan itu, saya pasti sudah melakukannya sejak dari dulu menjabat di daerah dan, apabila hal tersebut terjadi, dengan rentang waktu karier saya sebagai birokrat yang panjang, saya pasti akan sudah menjadi salah satu orang yang sangat punya kekayaan," ujarnya.
Dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerin Pertanian (Kementan) yang menjeratnya, SYL dituntut jaksa dengan hukuman penjara selama 12 tahun dan denda Rp500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Tak hanya itu, jaksa juga menuntut SYL dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 dan ditambah 30 ribu dolar AS.
Jaksa meyakini SYL telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan pemerasan secara bersama-sama di lingkungan Kementan.
SYL dinilai telah melanggar Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Baca Juga: Ekspresi Hakim Rianto saat SYL Menangis Ungkit Surya Paloh, Istri hingga Orang Tua
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.