”Jadi, ini persoalan ketika kita berbicara pemberantasan korupsi ke depan. Saya khawatir dengan mekanisme seperti ini. Terus terang saya tidak yakin kita akan berhasil memberantas korupsi,” tuturnya.
Ia pun menyambut gagasan merevisi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Ia berpendapat perlu adanya perubahan untuk memperkuat posisi KPK di antara kejaksaan dan kepolisian.
Revisi tersebut juga perlu untuk menegaskan fungsi Dewan Pengawas (Dewas) KPK, karena kewenangan Dewas KPK saat ini menyerupai pimpinan KPK.
”Kadang saya berseloroh, KPK periode ini dipimpin 10 orang, lima (unsur) pimpinan dan lima (unsur) dewas,” ujarnya.
Sementara, Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango yang ditemui seusai rapat menyebut supervisi KPK terhadap lembaga penegak hukum lain agak tersendat.
”Ketika kita kemarin ada nangkap, misalnya, oknum kepala kejaksaan negeri, pintu supervisi menjadi sedikit agak ini (tersendat),” katanya.
Dalam rapat bersama pimpinan KPK tersebut, sejumlah anggota Komisi III DPR menyampaikan beberapa pertanyaan.
Baca Juga: Herannya Adian Napitupulu Soal KPK Menyita Buku Sekjen PDIP Hasto
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Johan Budi, mempertanyakan hubungan KPK dengan kejaksaan dan Polri.
Ia mempertanyakan fungsi pencegahan dan pendidikan antikorupsi yang digiatkan lembaga antirasuah dalam beberapa tahun terakhir.
”Pencegahan dan pendidikan antikorupsi KPK itu gunanya untuk apa? Karena ada insan KPK yang melakukan hal-hal di luar itu,” ujarnya bertanya.
Sedangkan anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, menyebut kewenangan KPK tidak berguna jika rapuh pada persoalan internal.
Ia mencontohkan tentang tidak pernahnya ada penjelasan resmi mengenai keberadaan mantan Ketua KPK Firli Bahuri.
Begitu juga Lili Pintauli Siregar, mantan Wakil Ketua KPK yang terbukti melanggar etik, tetapi bisa mengundurkan diri begitu saja tanpa dimintai pertanggungjawaban oleh KPK.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.