JAKARTA, KOMPAS.TV - Amnesty International Indonesia mengungkapkan penyiksaan terhadap warga sipil oleh aparat keamanan dan penegak hukum kian meningkat dalam tiga tahun terakhir, dan ironisnya didominasi anggota Kepolisian RI.
Karena itu, pemerintah perlu segera menguatkan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas aparat demi mengakhiri praktik penyiksaan tersebut.
Demikian disampaikan Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, dalam diksusi memperingati Hari Anti-Penyiksaan Internasional, Rabu (26/6/2024).
Wirya mengingatkan bahwa hak untuk bebas dari penyiksaan dijamin dalam hukum internasional dan konstitusi Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik serta Konvensi Menentang Penyiksaan.
“Meskipun sudah dijamin oleh konstitusi, Amnesty mencatat terdapat setidaknya 226 korban penyiksaan di Indonesia sejak Juli 2019,” katanya.
Baca Juga: Komisi Penyelidikan PBB: Kejahatan Kemanusiaan Israel di Gaza, dari Penyiksaan hingga Pemusnahan
Bahkan, Amnesty mencatat terus bertambahnya jumlah penyiksaan oleh aparat penegak hukum dalam tiga tahun terakhir.
“Periode 2021-2022 terdapat setidaknya 15 kasus dengan 25 korban. Lalu periode 2022-2023 naik menjadi setidaknya 16 kasus dengan 26 korban. Bahkan, pada periode 2023-2024 melonjak menjadi setidaknya 30 kasus dengan 49 korban,” ujar Wirya.
“Selama tiga periode tersebut, pelaku penyiksaan didominasi oleh anggota Polri sebanyak 75 persen, personel TNI 19 persen, gabungan anggota TNI dan Polri 5 persen, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) 1 persen. Ini merupakan data yang mengkhawatirkan.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.