JAKARTA, KOMPAS.TV - TRS (21), senior sekaligus pelaku penganiayaan terhadap juniornya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta telah ditetapkan sebagai tersangka tunggal.
Kapolres Jakarta Utara (Jakut), Kombes Gidion Arif Setyawan menyebut TRS dijerat dengan pasal pembunuhan, dengan ancaman 15 tahun penjara.
"Pasalnya, 338 jo atau subsider 351 ayat 3 ancaman hukumannya 15 tahun penjara,” kata Gidion dalam konferensi pers, Sabtu (4/5/2024).
Adapun bunyi Pasal 338 KUHP yakni: "Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun."
Sementara Pasal 351 KUHP, merupakan pasal yang mengatur tentang penganiyaan.
Ayat ketiganya berbunyi: "Penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun."
Di sisi lain, Gidion menyebut, sejauh ini pihaknya telah memeriksa 36 saksi dalam kasus yang menjerat STIP tersebut.
"36 orang ini ada taruna, ada pengasuh, ada dokter, dan ada ahli," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, TRS, taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta diduga menganiaya juniornya, Putu Satria Ananta Rastika (19) hingga tewas, pada Jumat (3/5).
Baca Juga: Polisi Ungkap Motif Taruna STIP Aniaya Junior hingga Tewas: Arogansi Senioritas
Kapolres Jakarta Utara (Jakut) Kombes Gidion Arif Setyawan mengungkapkan, peristiwa tersebut bermula dari persepsi tersangka terhadap korban dan teman-temannya yang dinilai melakukan suatu kesalahan.
"Apa yg dilakukan (junior) ini, masuk kelas mengenakan baju olahraga. Di kehidupan mereka, menurut senior ini salah," ucap Gidion.
Kemudian korban dan teman-temannya lalu diminta oleh para senior itu menuju ke salah satu kamar mandi.
Di sana, korban kemudian menjadi orang pertama yang dipukul tersebut. Di mana korban di bagian ulu hati sebanyak lima kali. Tak lama kemudian, korban tak sadarkan diri.
Ia mengatakan, setelah dilakukan sinkronisasi dan pemeriksaan, diketahui penyebab utama kematian korban adalah luka di mulut yang menurut tersangka merupakan upaya penyelamatan.
Upaya yang dilakukan oleh tersangka untuk menyelamatkan korban justru berakibat menutup saluran pernapasan.
“Yang paling utama pada ketika dilakukan upaya-upaya yang menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di bagian mulut, sehingga itu menutup oksigen, menutup saluran pernapasan,” ucap Gidion.
“Kemudian mengakibatkan organ vital tidak mendapatkan asupan oksigen, sehingga menyebabkan kematian,” imbuhnya.
Luka pada paru korban, lanjut Gidion, juga mempercepat proses kematian.
“Jadi luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, sementara yang menyebabkan kematian utamanya justru ketika melakukan tindakan setelah melihat korban pingsan atau tidak berdaya, sehingga panik kemudian dilakukan upaya-upaya tadi, upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur sehingga meninggal dunia,” jelasnya.
Baca Juga: Kronologi Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Polisi: Berawal Pakai Baju Olahraga
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.