MAKASSAR, KOMPAS.TV - Pengamat lingkungan, Mustam Arif menyebut era "bencana rutin" telah terjadi akibat perubahan iklim dan rusaknya lingkungan.
Mustam meminta semua pihak mewaspadai potensi bencana ekologis yang dapat menjadi peristiwa rutin dan serentak.
Hal tersebut disampaikan Mustam terkait banjir dan longsor di Provinsi Sulawesi Selatan yang disebutnya terjadi setiap tahun.
Namun, ia menganggap mitigasi bencana banjir dan longsor rutin ini belum dilakukan secara serius.
Akibatnya, Mustam menyebut, rentetan banjir dan longsor beberapa bulan ini kemudian memuncak pada banjir dan longsor serentak di Luwu, Sidrap, Pinrang, Wajo, Enrekang, Bone dan Sinjai yang menjadi "pukulan telak."
"Kita berada di era bencana rutin, karena kerusakan lingkungan dan dampak perubahan iklim. Sejumlah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan telah dipetakan oleh BPBD sebagai daerah rawan bencana, terutama banjir dan longsor," kata Mustam di Makassar, Sabtu (4/5/2024).
Baca Juga: Ada Peningkatan Jumlah Bibit Siklon Tropis di Sekitar Indonesia, BMKG: Perubahan Iklim
Direktur Eksekutif Jurnal Celebes tersebut menyampaikan, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten mesti mengambil langkah serius.
Pasalnya, mengacu pada anomali dampak perubahan iklim, bencana serentak bisa terjadi secara rutin.
Hal mendasar yang harus dibenahi menurutnya adalah mengubah paradigma penanggulangan bencana yang berimbang.
Yakni antara orientasi tanggap darurat dan pemulihan dengan pencegahan (mitigasi) dan kesiapsiagaan.
Menurut Mustam, selama ini penanggulangan bencana terlalu berorientasi pada tanggap darurat (response) dan pemulihan (recovery).
Sedangkan pencegahan atau mitigasi kurang diperhatikan. Padahal, di level mitigasi, dampak bencana dapat diminimalkan atau dicegah.
Mustam menyebut, eskalasi bencana kian tahun kian meningkat akibat kerusakan lingkungan dan dampak perubahan iklim.
Sedangkan penanggulangan bencana terkesan selalu menunggu datangnya bencana.
"Karena itu banjir dan longsor serentak ini mestinya menjadi pembelajaran berharga agar pemerintah daerah di Sulsel menyikapi serius dengan bertolak pada kesadaran bahwa degradasi lingkungan menjadi penyebab utama bencana rutin ini," katanya sebagaimana dikutip Antara.
Mustam pun mengingatkan agar pemerintah tidak semata menyalahkan iklim karena lebih merupakan pemicu, bukan penyebab.
Ia menyebut pemerintah daerah di Sulsel harus melngambil langkah pencegahan, termasuk dalam pemulihan lingkungan.
Mustam menilai, pemerintah harus menata kembali lahan-lahan pertanian dan tambang yang mengokupasi tutupan hutan.
Selain itu, pemerintah diminta memperkuat kesiapsiagaan masyarakat, terutama di titik-titik rawan bencana.
Pengamat ini juga menyoroti 32 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan pemerintah berada di 43.619,30 hektare ekosistem hutan.
Terdiri atas 6.526,93 hektare hutan primer dan 37.092,37 hektare hutan sekunder.
Baca Juga: MUI Keluarkan Fatwa Cegah Krisis Iklim: Haram Deforestasi, Membakar Hutan dan Lahan
Setelah meluncurkan program Lestari pada Juli 2023, KG Media kembali membuktikan konsistensinya dalam mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dengan menghadirkan Lestari Awards 2024.
Ajang tersebut diorganisasi oleh empat unit bisnis di bawah naungan KG Media, yaitu Kompas.com, KompasTV, Kontan, dan National Geographic Indonesia.
Lestari Awards 2024 mempersembahkan penghargaan kepada para pelaku industri yang telah berdedikasi dalam memberikan manfaat bagi masyarakat melalui upaya yang berkelanjutan.
Kami mengundang berbagai perusahaan yang memiliki program berkelanjutan dalam rangka mengakselerasi pencapaian SDGs di Indonesia serta menginspirasi publik. Kunjungi lestari.kgmedia.id/award untuk informasi lebih lebih lanjut tentang Lestari Awards.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.