Saldi Isra berpendapat perubahan ambang batas parlemen perlu segera dilakukan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh sejumlah hal, seperti didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.
Perubahan norma ambang batas parlemen, termasuk besaran angka atau persentase ambang batas, juga harus diputuskan dengan tetap menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional.
Hal itu, kata dia, penting dilakukan untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
Perubahan ketentuan ambang batas tersebut, lanjut Saldi, juga harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik.
”Dan, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR,” tutur Saldi.
Pihak MK juga sependapat dengan dalil Perludem, bahwa tata cara penentuan ambang batas parlemen dan besaran angka atau persentase ambang batas tidak berdasarkan pada metode dan argumen yang memadai.
Namun, MK tidak mengabulkan cara penghitungan ambang batas parlemen yang diajukan oleh Perludem.
Baca Juga: Tolak Hak Angket DPR, Demokrat: Sengketa Pemilu Diselesaikan di MK
Sebab, hal itu merupakan kebijakan pembentuk undang-undang untuk merumuskannya lebih lanjut, termasuk menentukan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen.
Dalam gugatannya, Perludem meminta MK menyatakan penghitungan ambang batas dilakukan dengan cara membagi bilangan 75 persen dengan rata-rata daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan.
Permintaan lain adalah, dalam hal hasil bagi besaran ambang batas parlemen itu menghasilkan bilangan desimal, dilakukan pembulatan.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.