JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mendapat pangkat Jenderal Kehormatan dari Mabes TNI, hari ini Rabu (28/2/2024). Presiden Joko Widodo yang langsung menyematkan gelar kehormatan tersebut.
Juru bicara Kementerian Pertahanan RI Dahnil Anzar mengatakan, penyematan pangkat jenderal kehormatan ke Prabowo Subianto didasarkan atas dedikasi dan kontribusi di bidang militer dan pertahanan.
“Pemberian jenderal penuh kepada Pak Prabowo didasarkan pada dedikasi dan kontribusi Pak Prabowo selama ini di dunia militer dan pertahanan,” kata Dahnil dalam keterangannya, Selasa (27/2/2024).
Namun, pemberian gelar ini menimbulkan pro dan kontra. Kasus penculikan dan pemberhentiannya dari militer kembali diungkit.
Adalah Wiranto, yang pernah menjadi Menteri Pertahanan/Panglima TNI (dulu Panglima ABRI), yang langsung mengumumkan pemberhentian Prabowo dari militer.
Bahkan video pemberhentian Prabowo kembali viral di media sosial. Pemecatan Prabowo diumumkan langsung oleh Wiranto, pada Senin, 24 Agustus 1998, berdasarkan rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diketuai KSAD Jenderal Subagyo Hadisiswoyo. Foto dan pernyataan Wiranto menghiasi halaman depan banyak surat kabar saat itu.
Baca Juga: Sekjen PDIP: Pemberian Jenderal Kehormatan ke Prabowo Bertentangan dengan Fakta Reformasi
Semenjak itu, hubungan antara Wiranto dan Prabowo tampak tidak akur hingga Pilpres 2014 dan 2019 silam. Fadli Zon, politikus Partai Gerindra telah menerbitkan buku yang diberi judul "Politik Huru Hara Mei 1998" yang diterbitkan pertama kali April 2004. Dalam buku tersebut dikupas satu subbab "Rivalitas Wiranto dan Prabowo" (halaman 20).
Dalam subbab itu, dikisahkan karier militer Wiranto dan hubungannya dengan Prabowo. Disebutkan bahwa Wiranto adalah salah satu rising star di tubuh TNI setelah menjadi ajudan Presiden Soeharto.
Dari ajudan dia melesat menjadi Pandama Jaya pada 1994-1996, setahun berikutnya menjadi Panglima Kostrad, lalu KSAD pada 1998 dan dalam kabinet Pembangunan VII menjadi Menhan sekaligus Panglima ABRI. "Rivalitas Wiranto dan Prabowo menjadi pembicaraan kalangan elite khususnya elite tentara sejak awal 1998," demikian Fadli Zon menuliskan.
Rivalitas itu tampak makin meruncing setelah terjadi kasus penculikan terhadap sejumlah aktivis, yang rata-rata berusia muda kala itu.
Dalam pergulatan politik, Wiranto disebut tidak begitu berpengaruh, sementara Prabowo punya pengaruh cukup kuat karena jabatan-jabatan strategis berada di tangan kawan-kawan Prabowo seperti KSAD, Danjen Kopassus, Pangdam Jaya, Dankorps Marinir dan lain-lain. "Demikian kuatnya cengkeraman Prabowo di ABRI ketika itu, sampai-sampai ia dituduh akan melakukan kudeta terhadap Soeharto."
Dalam kasus penculikan yang terjadi jelang 1998, Wiranto disebut tersentak mendengarnya. Wiranto pun memanggil Prabowo yang kala itu sebagai Pangkostrad untuk mencari tahu kebenarannya. Prabowo membenarkan bahwa penculikan memang terjadi dan Kopassus terlibat. Hanya saja operasi intelijen itu tidak dilaporkan agar tak merepotkan institusi.
Wiranto kemudian memerintahkan sembilan orang yang diculik dibebaskan, serta memproses yang bersalah lewat Mahkamah Militer.
Dewan Kehormatan Perwira pun dibentuk dipimpin oleh KSAD Jenderal Soebagyo dan beberapa anggota termasuk Susilo Bambang Yudhoyono dan Fachrul Razi. Dewan Kehormatan Perwira pun memberhentikan Prabowo.
Namun di sisi lain, posisi Wiranto di atas angin. "Ia berhasil menampilkan diri sebagai figur yang demokrat dan seolah-olah berpegang pada hukum." Sementara Prabowo disebut tidak pernah diberitahu soal keputusan DKP dan tidak pernah dipanggil. Tapi Prabowo menegaskan bahwa penculikan itu atas perintah atasan-atasannya di tubuh TNI.
Dalam buku ini, Fadli Zon menegaskan bahwa dalam kasus penculikan, Wiranto sangat bersemangat menyelidiki siapa pelakunya. "Wiranto ingin merebut simpatik publik dengan mengajukan sejumlah oknum Kopassus dan dijatuhi hukuman," tulis Fadli. "Sementara dalam penanganan Trisakti dan huru hara Mei 1998, Wiranto tidak tegas dan cenderung buying time."
Dalam penutup subbab, Fadli menegaskan bahwa rivalitas kedua sosok militer ini mewarnai politik internal ABRI hingga puncaknya kerusuhan Mei 1998. "Ketika itu orang bertanya siapa yang diuntungkan dan siapa yang dikorbankan?"
Baca Juga: Fadli Zon Sebut Pemberian Jenderal Kehormatan untuk Prabowo sesuai Undang-Undang
Rivalitas itu memang terus berlanjut hingga ke Pilpres. Namun setelah Jokowi jadi presiden kedua tokoh militer ini dirangkul dan mendapatkan posisi terhormat. Wiranto pernah jadi Menkopolhukam dan Dewan Pertimbangan Presiden, sementara Prabowo menjadi Menteri Pertahanan.
Bahkan, Jokowi menjadi sosok yang ikut mendukung Prabowo yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka melenggang ke Pilpres 2024.
Di Pilpres kali ini pula, Wiranto secara terus terang mendukung Prabowo. "Sekarang adik saya, sahabat saya, kolega saya, silakan maju," ujar Wiranto saat berkunjung ke kediaman Prabowo di Hambalang, Jawa Barat, Senin (1/5/2023).
Rivalitas yang pernah mencuat gara-gara kasus penculikan itu pun sirna seketika. Bahkan mereka kini sama-sama berpangkat jenderal.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.