JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemberian anugerah jenderal kehormatan kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mendapat respons dari para pegiat HAM.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai penyematan pangkat jenderal kehormatan atau Jenderal TNI (HOR) untuk Menhan Prabowo Subianto bakal menjadi keputusan yang problematis.
Usman menjelaskan Prabowo memiliki catatan terkait pelanggaran HAM masa lalu, sehingga secara hukum internasional hak asasi manusia maupun hukum pidana internasional, keputusan pemberian jenderal kehormatan tidak akan diterima.
Ia juga menekankan pemberian pangkat jenderal kehormatan dari Presiden Joko Widodo tidak akan diterima sebagai alasan pencucian dosa bagi pelaku pelanggaran HAM berat.
"Jangan sampai pemberian pangkat kehormatan akan dipandang "mencuci" kontroversi masa lalu karier militer Prabowo terkait pelanggaran HAM masa lalu. Impunitas tetap tidak boleh dibiarkan atau dinormalkan," ujar Usman, Selasa (27/2/2024), dikutip Kompas.com.
Baca Juga: Resmi, Jokowi Sematkan Pangkat Jenderal Kehormatan pada Prabowo Subianto
Hal senada juga dikemukakan oleh Direktur Imparsial Gufron Mabruri. Gufron menilai pemberian pangkat Jenderal TNI (HOR) kepada Prabowo merupakan tindakan anomali mengingat pemberhentian dari militer.
"Pemberian gelar jenderal kehormatan bagi anggota atau perwira yang pernah diberhentikan dari dinas kemiliteran merupakan anomali, tidak hanya dalam sejarah militer tapi juga politik Indonesia secara umum," Gufron.
Gufron menambahkan pemberian gelar Jenderal TNI (HOR) kepada Prabowo merupakan langkah keliru.
Baca Juga: Prabowo Pati ke-8 yang Dianugerahi Jenderal Kehormatan TNI, Sebelumnya Ada SBY hingga Luhut
Ia mengingatkan soal putusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) TNI Angkatan Darat yang memberhentikan Prabowo dari dinas kemiliteran.
Catatan Harian Kompas, karier militer Prabowo di TNI resmi berakhir pada 24 Agustus 1998 lewat pengumuman langsung oleh Wiranto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan sekaligus Panglima Angkatan Bersenjata RI (Akabri, sekarang TNI).
Alasannya, pertimbangan dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) mengenai penculikan aktivis pro-demokrasi pada masa reformasi.
Prabowo diberhentikan karena dugaan keterlibatannya dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi pada 1997 sampai 1998.
Selain itu, hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menetapkan kasus penculikan dan penghilangan paksa itu sebagai pelanggaran HAM berat.
Menurutnya keputusan Presiden Jokowi memberi pangkat jenderal kehormatan tersebut sama saja mencederai keluarga korban pelanggaran HAM.
Baca Juga: Politikus PDIP Kritisi Kenaikan Pangkat Jenderal Kehormatan Prabowo dari Jokowi: Seperti di Era Orba
"Pemberian gelar Jenderal Kehormatan jelas menyakiti para korban pelanggaran HAM dan menganulir dugaan keterlibatannya dalam pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Gufron.
Adapun pertimbangan Prabowo dianugerahi Jenderal TNI (HOR) usulan dari Mabes TNI. Dasar Mabes TNI memberikan pangkat jenderal kehomatan tidak terlepas dari dedikasi dan kontribusi Menhan Prabowo selama ini di dunia militer dan pertahanan.
Sumber : Kompas TV/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.