TPS tidak aksesibel dengan disabilitas di 23 TPS, pemilih tidak menerima form C pemberitahuan KPU 25 TPS, TPS direlokasi karena bencana 2 TPS, Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) tidak bisa memilih 1 TPS.
Kemudian saksi terlambat memberikan mandat terjadi di 27 TPS serta tidak tersedianya alat bantu tunanetra di 17 TPS.
Baca Juga: KPU Minta 959 TPS Gelar Pemungutan Suara Ulang, Susulan, dan Lanjutan Paling Lambat 24 Februari 2024
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, dari data Koalisi Masyarakat Sipil tersebut banyak masyarakat yang tidak memperoleh hak untuk memilih di hari pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari lalu.
Menurutnya, permaslahan yang terjadi di TPS tersebut menandakan penyelenggara Pemilu tidak memiliki itikad baik dalam memfasilitasi dan membantu masyarakat untuk memilih.
"Saya tidak melihat ada iktikad baik dari penyelenggara untuk memastikan orang bisa memenuhi haknya. Contoh misalnya tidak dipikirkan oleh penyelenggara membangun program untuk orang mudah pindah memilih," ujar Feri saat diskusi Koalisi Masyarakat Sipil ‘Catatan Kelam Kecurangan Pemilu 2024’ pada Kamis (22/2/2024).
Feri juga menyoroti sulitnya proses pindah memilih bagi masyarakat. Padahal, menurutnya penyelenggara Pemilu dapat melakukan inovasi agar masyarakat bisa tetap memilih.
Bahkan jika dilihat KTP yang sudah elektronik, mestinya proses pindah memilih jauh lebih mudah, misalnya membuat posko pindah memilih di lokasi TPS.
Baca Juga: TKN Prabowo-Gibran Akui Terima 776 Aduan Dugaan Kecurangan Pemilu 2024
Faktor tersebut membuat masyarakat tidak sadar bahwa mereka tidak bisa memilih karena tidak mendapatkan informasi yang cukup.
"Masyarakat menganggap penyelenggara Pemilu tidak memfasilitasi mereka dalam memilih. Padahal kalau penyelenggara memudahkan mereka, pemilih akan terpahamkan bahwa penyelenggaran tidak terlalu kreatif," ujar Feri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.