JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi kritikan soal vonis etik Dewan Pengawas (Dewas) kepada para pegawai KPK yang terlibat pungutan liar atau Pungli di Rutan berupa permintaan maaf secara terbuka langsung.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menyebut sanksi etik di Dewas menekankan pada aspek sosial bukan pidana maupun administratif.
"Yang sudah selesai adalah etiknya, dan etik sanksinya sosial, jadi tidak bisa etik sanksinya pidana atau administratif, tidak bisa, itukan melampaui kewenangan ," kata Ali dalam Sapa Indonesia Malam, Kompas Tv, Selasa (20/2/2024).
Ia juga menegaskan 90 pegawai yang terlibat kasus pungli tersebut tidak hanya diproses secara etik, namun juga akan diproses secara disiplin dan pidana.
Menurut penjelasannya, baik proses etik, disiplin dan pidana tersebut berjalan secara paralel.
"Apakah hanya (sanksi) etik dengan permintaan maaf terbuka itu? oh tidak," tegasnya.
"Kami pastikan tidak, yang pertama adalah disiplin, kami telah mebentuk tim, yang pertama khusus untuk mengeksekusi etiknya dulu. Kedua kami siapkan untuk tim penjatuhan disiplin. Disiplinnya di inspektorat sedang diproses," jelasnya.
Sementara untuk proses pidana, Ali menyebut pihaknya tengah mengusut kasus tersebut yang saat ini sudah dalam tahap penyidikan
"Pungli kan korupsi? Betul, makanya KPK melakukan penindakan dan sudah pada tahap penyidikan," ujarnya.
"Tahap penyidikan di KPK kami pastikan sudah ada tersangkanya dari oknum-oknum ini," sambungnya.
Namun, pihaknya belum dapat mengumumkan siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka karena kasus tersebut masih berproses di Lembaga Antirasuah tersebut.
"Itu merupakan tindakan tegas kami sebagai komitmen bahwa tidak ada toleransi bagi oknum yang melakukan baik (pelanggaran) etik, disiplin, maupun pidana," tegasnya.
Baca Juga: 78 dari 90 Pegawai KPK Terlibat Pungli Disanksi Etik Berat Permintaan Maaf Terbuka
Diberitakan sebelumnya, Dewas KPK menyatakan 90 orang pegawai KPK bersalah melakukan pungutan liar di Rutan KPK.
Di mana 78 orang di antaranya diberi sanksi berat dengan permohonan maaf secara terbuka. Sedangkan ada 12 orang diserahkan ke Sekretariat Jenderal KPK untuk diselesaikan perkara selanjutnya.
Namun putusan etik tersebut mendapatkan kritik dari sejumlah pihak, salah satunya Indonesia Corruption Wacth (ICW). Peneliti ICW Diky Anandya menyebut vonis tersebut mengecewakan.
“Putusan tersebut tentu semakin menimbulkan kekecewaan di tengah runtuhnya kepercayaan publik kepada KPK,” kata Diky, dalam keterangannya, Selasa (20/2/2024).
“Sebab jika ditarik akar persoalan mengapa hukuman yang diberikan hanya berupa permintaan maaf, bukanlah soal kualitas dari putusan dewas sendiri, sebab jika mengacu pada Perdewas 3/2021, sanksi tersebut adalah sanksi maksimal yang dapat diberikan. Lebih dalam lagi, akar permasalahannya terletak pada kewenangan terbatas Dewas KPK berdasarkan revisi UU KPK pada tahun 2019 lalu.”
Oleh karena itu, Diky mengatakan kasus ini menjadi gambaran jelas problematika UU KPK yang baru, di mana kewenangan self regulatory bodies atau pengelolaan SDM tidak lagi dilakukan secara mandiri.
Sebab itu, ia pun mendorong KPK agar semua pegawai yang terlibat dalam kasus ini dapat segera dipecat dan dilakukan proses pemidanaan.
Baca Juga: Kasus Pungli di Rutan KPK, MAKI Kritik Dewas Hanya Beri Sanksi Minta Maaf: Cuma Jadi Bahan Tertawaan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.