JAKARTA, KOMPAS.TV – Calon Wakil Presiden (Cawapres) RI nomor urut 2 Mahfud MD, menyebut pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tentang presiden boleh berkampanye menimbulkan kontroversi baru di kalangan akademisi.
Mahfud menjelaskan hal itu secara eksklusif di Program ROSI, Kompas TV, Kamis (1/2/2024), menjawab pertanyaan tentang pernyataan Jokowi yang menimbulkan reaksi aktivis dan sejumlah guru besar.
Awalnya, Mahfud enggan mengomentari hal itu karena saat ini jalurnya dan jalur para guru besar itu berbeda.
“Ndak, saya nggak berkomentar. Guru besar itu jalurnya lain, dia murni akademis dan etika seperti yang dipelajari di kampus,” kata Mahfud.
“Saya kan pesaing ya, saya ini politikus. Nanti apa pun yang saya bilang wah ini dinilai macam-macam.”
Meski demikian, Mahfud menyebut bahwa hal itu akan bergulir sendiri, dan sepengetahuannya, hal itu akan bergulir eperti efek domino.
Baca Juga: Mahfud Temui Jokowi di Istana Serahkan Surat Pengunduran Diri, Bagaimana Menteri yang Lain?
“Sejauh yang saya tahu itu akan bergulir sendiri seperti efek domino, ini akan ke sini, ke sini, ke sini, kayaknya ya, kalau yang saya lihat.”
Saat ditanya, apakah menurut dirinya hal ini sesuatu yang sudah muncul sejak awal atau baru menggelinding dan akan menjadi lebih besar, Mahfud dengan tegas hal ini baru menggelinding setelah Jokowi menyatakan presiden boleh berkampanye.
“Ini baru menggelinding sesudah Pak Jokowi tanggal 24 (Januari) itu mengatakan presiden boleh berkampanye, menteri boleh, gitu, karena itu menimbulkan kontroversi baru di kalangan akademisi,’ tegasnya.
“Karena pasal lain yang melarang presiden tidak netral itu ada, sehingga ada yang mengatakan bahwa presiden boleh kampanye kalau dia incumbent, menteri boleh kalau dia calon, dan itu pun harus cuti.”
Ia menambahkan, dirinya sudah mendengar ada beberapa kampus yang juga mulai mengkritisi hal semacam itu. Tetapi, Mahfud menegaskan dirinya sama sekali tidak ada kaitannya dengan hal tersebut.
“UI pun muncul, lalu kampus lain mulai nih sudah, saya dengar sih di beberapa tempat, tapi saya sama sekali tidak punya hubungan dengan itu.”
Saat ini, lanjut Mahfud, statusnya merupakan kontestan perhelatan politik, sehingga ia menahan diri untuk berkomentar mengenai hal-hal seperti itu.
“Saya menahan diri. Saya lepaskan dulu status profesor saya, karena sekarang saya ini kontestan politik,” tuturnya.
“Nanti apa pun yang saya katakan nanti ada yang menilai macam-macam, ya biarkanlah kampus itu bergerak sendiri. Tapi kalau saya sendiri, ke depannya kampus harus didemokratisasi.”
Mahfud kemudian mencontohkan yang terjadi pada masa Orde Baru. Menurutnya, di era yang seketat itu, akademisi masih dihormati.
“Kalau sekarang, tidak. Kalau pemilihan rektor, ada tim sukses mencari channel ini, channel itu, lalu pendapat-pendapat akademik sekarang bercampur baur.”
Baca Juga: Ganjar Saran Kontestan Pemilu 2024 Mundur dari Jabatan
“Kesannya apakah ini pendapat politik praktis atau pendapat akademik, gitu. Menurut saya, ke depannya harus didemokratisasi,” tambahnya.
Kampus, menurut Mahfud, merupakan palang pintu etika, yang selama puluhan tahun di Indonesia, betapa pun otoriternya negara, tetap tangguh.
“Sekarang ini saya lihat sistem pengelolaan kampus sudah terlalu banyak dicampuri oleh politik, terlalu birokratis,” pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.