BANTUL, KOMPAS.TV – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjelaskan lima hal untuk memilih pemimpin berdasarkan fikih.
Penjelasan mahfud tersebut disampaikan saat membawakan sambutan dalam Halaqoh dan Dialog Kebangsaan di Pondok Pesantren An Nur, Ngrukem, Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (24/1/2024).
“Di dalam Al Ahkam as Sulthaniyah, memilih pemimpin itu syaratnya lima,” kata Mahfud.
Pertama, kata Mahfud, adalah cerdas atau alim. Jika merujuk pada sifat nabi adalah fathonah.
“Kalau pada nabi itu fathonah, kalau manusia seperti kita namanya alim, tahu apa tugasnya.”
“Al alim wal adil. Adil. Keadilan menurut Islam itu, kalau dalam hubungan antarmanusia keadilan itu adalah tidak membedakan kelompok mana,” tambahnya.
Baca Juga: Wacana Mundur Menteri Jokowi, Pengamat Ingatkan Berakhirnya Orde Baru Dimulai saat 14 Menteri Mundur
Adil, ungkap Mahfud, termasuk dalam menegakkan hukum, tidak memandang suku maupun agama seseorang.
“Orang Jawa, luar Jawa, orang China, Eropa, kalau punya kasus harus diadili dengan hukum yang adil. Pemimpin harus begitu, dan berani.”
“Berani, bukan penakut. Kadangkala orang tahu kebenaran, tahu yang mana yang adil tapi tidak berani,” tambah cawapres nomor urut 3 itu.
Syarat selanjutnya adalah sederhana, yakni hidup tidak berlebihan dan secukupnya.
“Kemudian, sehat. Sehat jamani dan rohani.”
Dalam sambutannya, Mahfud juga sempat menceritakan saat Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gu Dur menunjuknya menjadi Menteri Pertahanan.
“Saya dulu menjadi Menteri Pertahanan, itu betul-betul menghayati karunia dari Allah, karena waktu itu saya bukan tokoh politik, bukan juga tokoh akademisi yang hebat, dulu saya dosen biasa aja.”
“Kok tiba-tiba oleh Gus Dur diangkat menjadi menteri. Iya, tiba-tiba diangkat menjadi menteri,” tambahnya.
Saat itu, kenang Mahfud, Gus Dur tiba-tiba memanggilnya dan meminta Mahfud menjadi menteri.
Mahfud pun sempat menanyakan pada Gus Dur dari mana mengetahui tentang dirinya.
“Ya tahu, dulu antum kan yang suka menjemput saya kalau saya ke Jogja,” kata Mahfud menirukan ucapan Gus Dur saat itu.
“Dulu saya masih dosen muda, umur 26 tahun,” jelasnya.
Kala itu, lanjut Mahfud, ia pernah mendatangi Gus Dur untuk memintanya berceramah di kantor Mahfud.
“Saya datangi Gus Dur waktu itu, tahun 1983 sampai 1984 saya datang, ‘Gus, ceramah dong di kantor saya’.”
Baca Juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Perludem Nilai Berpotensi Jadi Pembenaran Pejabat Tak Netral
“Datang Gus Dur, saya yang jemput ke bandara, pakai mobil, tidurnya di hotel melati di Jalan Taman Siswa, makannya kalau nggak ke Ny Suharti ya Mbok Sabar,” kenangnya.
Tiba-tiba, lanjut Mahfud, saat Gus Dur menjabat sebagai presiden, dirinya dipanggil untuk menjadi menteri.
“Itulah kalau Allah memberi. Karena misalnya orde baru waktu itu tidak jatuh, orang sepeti saya ini habis karena kerjanya demo terus, diincar untuk ditangkap. Kalau nggak, mungkin sudah hilang juga di zaman orde baru.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.