JAKARTA, KOMPAS.TV - Sosok Sastrawan, Cendekiawan sekaligus Sosiolog Ignas Kleden tutup usia hari ini, Senin (22/1/2024).
Ignas Kleden meninggal dunia di usia 75 tahun setelah dirawat di rumah sakit (RS) Suyoto, Jakarta Selatan.
"Telah berpulang dalam damai, Bapak Ignas Kleden pada Senin, 22 Januari pukul 03.46 WIB di RS Suyoto, Jakarta Selatan," bunyi informasi yang diterima Kompas.tv, Senin.
Menurut informasi tersebut, Ignas disemayamkan di di Rumah Duka Carolus, Lantai 8, Ruangan Mikael E
Misa Requiem dan tutup peti akan dilaksanakan pada Selasa, 23 Januari 2024 pada 18.30 WIB dan Misa Pelepasan akan dilaksanakan pada Rabu, 24 Januari 2024 pada pukul 10.00.
Kremasi Ignas Kleden akan dilakukan di Krematorium Rumah Duka Carolus, Ruang Paulus Lantai R pada Rabu, 24 Januari 2024 pukul 11.00 WIB.
Baca Juga: Kabar Duka, Sastrawan dan Sosiolog Ignas Kleden Meninggal Dunia di Usia 75 Tahun
Dr. Ignas Kleden, M.A. dikenal sebagai sosok sastrawan, sosiolog, cendekiawan, dan kritikus sastra. Ia lahir pada 19 Mei 1948 di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Perjalanan Ignas menuju dunia sastra terbilang panjang. Ia pernah mengenyam pendidikan di sekolah calon pastor lantaran lulus dengan predikat terbaik di sekolah dasar.
Namun, studi di sekolah tersebut tak selesai lantaran Ignas tidak dapat berkhotbah dengan baik.
Setelah keluar dari sekolah tersebut, Ignas menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi/STFT Ledalero, Maumere, Flores (1972).
Ia kemudian mendalami bidang filsafat di Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman (1982) hingga meraih gelar Master of Art.
Ignas kemudian meraih gelar Doktor bidang Sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman (1995).
Sejak masih di tinggal Flores, Ignas aktif menulis esai yang lantas dimuat di berbagai media massa seperti majalah Basis Yogyakarta, majalah Budaya Jaya Jakarta, dan majalah Tempo.
Ignas kian rajin menulis setelah hijrah ke Ibu Kota pada tahun 1974. Tulisannya banyak dimuat di majalah maupun jurnal.
Ignas juga pernah bekerja sebagai penerjemah buku-buku teologi di Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores.
Baca Juga: SMA Negeri 4 Kota Semarang Kampanye Anti Napza Melalui Pementasan Drama Musikal
Ia sempat pula bekerja sebagai editor pada yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta. Tahun 2000 ia turut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur.
Ketika masih tinggal Flores, ia sudah mengenal majalah Basis Yogyakarta dan rutin mengirimkan tulisannya ke majalah itu. Dia juga menulis artikel di majalah Budaya Jaya Jakarta, dan menulis artikel semipolemik untuk majalah Tempo.
Setelah hijrah ke Ibu Kota, tahun 1974, Ia makin aktif menulis, baik di majalah maupun jurnal, dan menjadi kolumnis tetap majalah Tempo. Esainya mengenai sastra dimuat di majalah Basis, Horison, Budaya Jaya, Kalam, Harian Kompas, dan lain-lain.
Ia juga menulis kata pengantar untuk Mempertimbangkan Tradisi karya Rendra (1993), Catatan Pinggir 2 karya Goenawan Mohamad (1989), dan Yel karya Putu Wijaya (1995).
Tahun 2003, bersama sastrawan Sapardi Djoko Damono, menerima Penghargaan Achmad Bakrie. Ia dinilai telah mendorong dunia ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih tajam lewat essai dan kritik kebudayaannya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.